Jayabaya tentang perseteruan
hukum orang Jawa/Nusantara
mbah subowo.
Pasca lengsernya
rejim Orde Baru gara-gara krismon 1997 yang pada puncaknya terjadi demo besar mahasiswa
menuntut lengsernya Soeharto sekitar Mei 1998 salah satunya dengan cara menduduki gedung legislative
di ibukota.
Sejak pelengseran itu kebebasan
terbuka lebar-lebar bagi semua warganegara untuk menyuarakan isi hati dan
pikiran masing-masing. Dalam proses perjalanan sang waktu, kebebasan
berekspresi itu mengarah pada sikap saling “padu” tuduh-menuduh satu sama lain
karena persaingan bisnis, popularitas, maupun sebab lainnya.
Mantan presiden
Soeharto bukan saja memberikan contoh bahwa penggantinya berasal dari sipil
ternyata mampu memimpin NKRI. Akan tetapi mantan presiden yang berkuasa lebih
dari tiga decade tersebut juga memberikan suatu siasat menghadapi tutuntan negara dan massa agar
mengadili dirinya karena dianggap terlibat tindak pidana korupsi cq oleh Kejaksaan Agung.
Para pendukung Orde
Baru dan pendukung Orde Reformasi saling tarik-ulur dalam upaya mengadili
mantan orang nomor satu NKRI tersebut di atas.
Soeharto lebih
cerdik lagi bersiasat dalam upaya menghadapi tuntutan perkara korupsi oleh pengadilan
Reformasi cg Kejaksaan Agung. Soeharto membentuk satu tim pembela bagi dirinya sendiri yang dipimpin oleh seorang advokat (pengacara) muda kepercayaannya. Pengacara yang satu (T) ini sudah akrab bagi pemirsa karena dia yang tiap kali tampil di hadapan media untuk menangkis berbagai tuduhan perkara maupun menjelaskan kondisi kesehatan mantan presiden Soeharto yang
tidak memungkinkan menghadiri sidang pengadilan.
Begitulah
terus-menerus yang terjadi kala itu hingga akhir hayatnya sang mantan penguasa
tersebut tetap bebas menghirup udara segar. Alhasil mantan presiden yang satu itu tidak pernah duduk di kursi
pesakitan dalam suatu siding pengadilan. Waktu itu (2000-an) KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) belum lagi dibentuk oleh Negara.
Maraknya saling
menggunakan jasa pengacara untuk perkara yang lagi ngetrend saat ini :
pencemaran nama baik. Saling tuduh di dunia nyata maupun di media sosial tengah menjamur hingga kedua pihak biasanya sepakat menggunakan jasa pengacara masing-masing dalam menghadapi gugatan lawannya. Apalagi jika dalam perkara hukum tersebut tidak dapat didamaikan sehingga perkara patut digelar dalam suatu pengadilan.
Berikut ini sekadar
prediksi nujum masyhur delapan abad silam mengenai perseteruan antarmanusia Jawa/Nusantara baik di dunia maya (mayapada) maupun di dunia nyata (marcapada).
Akeh wong
dakwa-dinakwa (Jayabaya, 1100-an)
Kelak di masa depan tatkala
datang jaman terbolak-balik, jaman modern dengan syarat dan ketentuan yang
berlaku sebagai tanda tengah memasuki jaman edan tersebut.
Manusia
Jawa/Nusantara akan saling melemparkan tuduhan satu sama lain demi membela yang
benar menurut anggapan masing-masing, akan tetapi terkadang perkara gugatan hanya sekadar mengada-ada.
Perkara yang mengada-ada
contohnya: demi ketenaran atau mendapat popularitas, serta sorotan media, mereka bahkan sengaja
saling balas-membalas dalam melemparkan tuduhan yang ringan maupun berat.
Saling melempar
tuduhan oleh kalangan tertentu yang mampu menggunakan jasa ahli hukum itu ramai
terjadi baik di dunia nyata maupun di dunia tidak nyata.
Sekian untuk sekali
ini.