Jayabaya tentang
kebajikan dan kebijakan manusia Jawa/Nusantara
Mbah subowo.
Harimau mati
meninggalkan belang, manusia meninggal dunia meninggalkan nama. Nama seseorang
yang telah pergi terkait erat dengan ucapan dan tulisan semasa hidup yang
bersangkutan. Ucapan seseorang selamanya dibagi antara kebenaran dan
ketidakbenaran.
Kebenaran dalam
ucapan manusia terutama sekali ialah: menepati janji, memegang sumpah,
mengucapkan kebenaran. Bahkan suatu agama mengajarkan tentang “nazar” berkaitan
dengan kewajiban menepati janji atas ucapannya sendiri tatkala suatu ketika
terpenuhi keinginannya.
Seorang pengarang Jerman, Dr.
Karl May yang menulis buku penjelajahan sekitar abad sembilanbelas (1800-an)
dari sudut pandang “Ras Aria Jerman”, mengajarkan hal yang berkaitan di atas
dalam kisah-kisahnya hidup bersama suku Indian.
Pramoedya Ananta
Toer dengan sudut pandang “Primbumi” idem ditto dalam epos sejarahnya
menggambarkan tokoh mana yang bisa dipercaya, dan sebaliknya.
Di jaman modern ini
mengenai perubahan yang terjadi tentang kebajikan dan kebijakan orang Jawa/Nusantara dalam bertutur-kata di atas telah diprediksi dalam satu bait syair oleh seorang nujum
masyhur dari abad keduabelas masehi (1100-an):
Akeh wong wani nglanggar
sumpahe dhewe (Jayabaya)
Kelak di masa depan
di jaman Jayabaya, yakni di jaman terbolak-balik, orang Jawa/Nusantara semakin
berani melanggar sumpah yang diucapkan secara langsung di hadapan Yang Maha
Kuasa.
Sekian untuk sekali
ini.