Ramalan Jayabaya tentang
kediaman orang Jawa/Nusantara
mbah subowo.
Pada era tujuhpuluhan
gedung bertingkat di ibukota bisa dihitung dengan jari. Menjelang pergantian
tahun 2020 atau limapuluh tahun lebih berlalu, ibukota sudah sesak dengan
gedung bertingkat serta berbagai macam bangunan infrastruktur modern sebuah
kota besar.
Bahkan kini sebagai
jaman kemajuan boleh dianggap kediaman terjauh umat manusia berada di orbit
bumi, mereka bahkan sudah berpengalaman tinggal di sana selama berbulan-bulan.
Di pesawat ruang
angkasa yang terus mengorbit bumi selama berada ruang hampa tanpa gravitasi itu
bahkan mereka sukses menanam buah dan sayuran tertentu, di samping melakukan
percobaan sains dalam dunia tanpa gravitasi.
Kemajuan ilmu
pengetahuan “perbendaan” sudah sampai pada ditemukannya “materi gelap” sebagai
upaya memecahkan misteri lubang hitam serta “partikel tuhan” sebagai upaya
memecahkan misteri “lorong waktu”.
Sebentar lagi kediaman
rumah tinggal terjauh manusia berada di bulan, dan selanjutnya lebih jauh lagi
berada di Planet Mars.
Umat manusia ingin
menakluikkan tatasurya. Sebagai langkah awal dengan cara membangun pangkalan
bagi kediaman manusia di kedelapan planet. Akan tetapi jika Venus, Merkurius
terlalu panas, maka manusia paling tidak tetap bisa meletakkan pesawat angkasa
semacam satelit ISS di tiap orbit dari kedelapan planet.
Matahari tak luput
dari sasaran ilmiah penyelidikan sebagai titik pusat sumber daripada gaya
gravitasi semua planet di tatasurya termasuk bumi manusia.
Sementara itu di
bumi manusia membutuhkan rumah tinggal yang terkendala tersedianya lahan di
perkotaan, satu-satunya pilihan bagi penduduk adalah rumah susun berupa gedung
bertingkat.
Bukan hanya di orbit
bumi manusia membangun rumah tinggal, konon di dasar laut pun mereka sudah
mendirikan pemukiman untuk keperluan sains. Di samping yang disebutkan di atas
itu juga di perut bumi manusia mendirikan bangunan bunker untuk keperluan
perlindungan dari bencana perang nuklir.
Kembali pada pokok
di atas: juga pada tujuhpuluhan kendaraan roda empat hanya bisa dimiliki oleh
golongan tertentu, kini limapuluh tahun berlalu kepemilikan kendaraan roda
empat hampir “sipat irung” (tiap batang hidung) memilikinya.
Pada hari kerja ada
sebagian penduduk yang bertempat tinggal jauh menghabiskan hampir sepertiga
waktu berada di dalam kendaraan masing-masing yakni dalam perjalanan pulang dan
pergi ke tempat kerja.
Sebagai salah satu
negeri yang berpenduduk sangat amat padat, terutama di kota-kota besar tidak
pelak lagi ke mana pun hendak bertujuan selalu menghadapi satu hal tak
terpecahkan khas perkotaan besar “kemacetan” di jalan
raya.
Fenomena
membeludaknya kepemilikan kendaraan roda empat yang laiknya rumah bermesin yang
bisa berjalan ke mana saja, hal ini sudah diprediksi oleh peramal ulung
Nusantara Sri Aji Jayabaya dalam satu bait syair ramalan:
Akeh omah ing
ndhuwur jaran (Sri Aji Jayabaya, 1100-an)
Kelak di masa depan
orang Jawa/Nusantara akan bekerja dalam rutinitas harian menggunakan sarana
rumah berjalan. Rumah berjalan itu jumlahnya banyak sekali, karena setiap orang
memiliki kesempatan untuk memilikinya.
Sekian untuk sekali
ini.