Ramalan Jayabaya
tentang kebohongan publik
Mbah subowo
Huru-hara dahsyat
berupa perang saudara di Nusantara pertengahan 60-an yang menyisakan duka-nestapa yang terimbas puluhan tahun sesudahnya ternyata dipicu oleh kebohongan publik secara
langsung, terstruktur, dan sistematis, baik melalui media massa, maupun dari ucapan
langsung pejabat publik yang berkepentingan dengan hal di atas.
Seorang Indonesianis
asal negeri Paman Sam membantah kebohongan publik berdasarkan bukti otentik
visum et repertum terhadap korban para jenderah TNI-AD yang diculik oleh pasukan Cakra tatkala itu: Bahwa para
jenderal korban pembunuhan itu telah disiksa sebelum dan sesudah kematian
mereka adalah tidak benar!! Itulah kebohongan publik terbesar dalam sejarah di
Nusantara selanjutnya kemarahan massa mendorong perang saudara yang menelan korban
berlipat kali korban perang Vietnam.
Rekayasa untuk
mengelabuhi massa sehingga massa percaya bahwa rekayasa itu benar disebut
reifikasi, suatu cara memompakan informasi (contohnya iklan) secara
berulang-ulang dan terus-menerus sehingga menjadikan itu sebuah kebenaran!
Satu bait syair
paranormal yang hidup delapan abad silam: Sri Aji Jayabaya telah memprediksi
hal di atas:
Dhandhang diunekke
kuntul (Jayabaya, 1100-an)
Kelak di masa depan orang Jawa/Nusantara dengan alasan tertentu akan membalikkan fakta dan kebenaran sejati menjadi kebohongan umum: Ibaratnya gagak yang notabene sejenis burung pemakan bangkai yang yang berbulu hitam pekat, nyatanya demi tujuan tertentu untuk meraih keuntungan dikatakan sebagai burung bangau berbulu putih bersih.
Jika yang mengatakan ketidakbenaran adalah
penyelenggara Negara maupun orang yang menjadi figure publik: maka itulah
kebohongan besar karena telah mempengaruhi orang banyak.
Sekian untuk sekali
ini.