Biografi Pemimpin Partai
Komunis Tiongkok
Han
Suyin
Alley, Rewi (1897–1987). Lahir di Selandia
Baru, tergabung dalam Pasukan Ekspedisi Selandia Baru dalam Perang Dunia I.
Pergi ke Tiongkok pada 1926, mendarat di Shanghai pada permulaan 1927. Bekerja
pada International Famine Relief Commission yang juga menangani
rehabilitasi kerusakan karena banjir. Selanjutnya ia bekerja sebagai inspektur
sebuah pabrik di Shanghai .
Ia terlibat dalam gerakan bawahtanah kaum komunis bersama Agnes Smedley. Dalam
tahun 1938 bersama Edgar Snow dan istrinya, ia mendirikan Gung Ho Movement
untuk koperasi industri di Tiongkok. Ia melakukan perjalanan ke seluruh pelosok
Tiongkok, tahu sangat banyak tentang negeri Tiongkok, budaya dan rakyatnya
melampaui banyak orang lain. Ia bergabung dalam proyek-proyek Bailie School
dan mendirikan sekolah di Shandan, Tiongkok Barat Laut. Setelah kemenangan kaum
komunis pada 1949, ia tinggal di Beijing ,
banyak melakukan perjalanan dan banyak menulis secara mendalam.
Bo Gu (Po Ku, yang dikenal juga dengan Qin
Bangsian atau Chin Pangshian) (1907–1946). Bergabung dalam gerakan politik
pelajar ketika di sekolah menengah, pada 1925 menjadi anggota Partai Komunis
Tiongkok (PKT), dikirim ke Moskow pada 1926. Selanjutnya ia pergi ke basis
Ruijin, terjadi pertentangan politik dengan Mao. Ia ikut ambil bagian dalam Long
March di Tsunyi. Mao – dengan dukungan sejumlah jenderal dan juga Zhou
Enlai – mengambilalih pimpinan barisan, Bo Gu dikeluarkan dari pimpinan.
Bo Yibo (Po I Po atau Po Yi Po) (17
Februari 1908–15 Januari 2007 ). Bergabung dengan PKT pada 1926 ketika berumur
18 tahun, pada 1932 dipenjarakan. Dibebaskan pada 1936 dan melakukan kegiatan
secara terbuka sebagai seorang komunis, berhubungan erat dengan Biro Utara di
bawah Liu Shaoqi. Selanjutnya menjadi Menteri Keuangan pada Oktober 1949 sampai
September 1953. Ikut ambil bagian dalam Komisi Perencanaan dan Ekonomi Negara.
Nasihatnya dalam bidang ekonomi mendapat perhatian. Kini (1992) berumur 84
tahun.
Chen Boda (Chen Pota) (1904–1989).
Sekolah di Shanghai, bergabung ke dalam PKT pada 1924, meringkuk dalam penjara
selama beberapa tahun. Setelah dibebaskan pada 1927 ia pergi ke Moskow. Kembali
ke Tiongkok dan bekerja di bawah tanah di Tiongkok Utara, kemudian pergi ke
Yenan, menjadi sekretaris Mao Dzedong. Ia membuktikan diri sebagai penulis
produktif tentang politik untuk bertahun-tahun. Menjadi anggota Comite Central
(CC) dan menduduki berbagai macam jabatan. Selama Revolusi Kebudayaan ia
berdampingan dengan Lin Biao dan Komplotan Empat. Kemudian ia berselisih dengan
Mao, ia ditahan setelah konspirasi Lin Biao dibongkar.
Chen Duxiu (Chen Tuhsiu) (1879–1942).
Salah seorang tokoh utama Gerakan 4 Mei 1919. Berasal dari keluarga pejabat,
Chen studi arsitektur dan bahasa Prancis. Ia pergi ke Jepang, kembali pada
1902, selanjutnya ke Prancis dari 1907 sampai 1910. Ia menulis tentang berbagai
sistem politik, pada 1916 mendirikan majalah Youth, kemudian dinamai New
Youth. Chen tertarik pada Marxisme, dan pada Mei 1919 ia mengukuhkan
keraguannya terhadap demokrasi liberal Barat. Pada 1920 ia bertemu dengan agen
Komintern Voitinsky, bersama sebelas orang lainnya, ia mendirikan Partai
Komunis Tiongkok (PKT). Ia ikut serta dalam membangun front umum antara PKT
dengan Kuomintang menghadapi kaum rajaperang. Pada 1927, Chiang Kaishek yang
menjadi panglima Tentara Persatuan Nasional, berbalik memusuhi kaum komunis
serta melakukan pembunuhan massal di seluruh Tiongkok. Chen yang berkukuh
berkompromi dengan Kuomintang sesuai dengan garis Komintern, dijatuhkan dan
dipecat dari PKT dalam bulan November 1929. Selanjutnya ia menamai dirinya
sebagai pengikut Trotsky. Pada 1932 ia ditahan oleh polisi Prancis di Shanghai di daerah
konsesi Prancis dan diserahkan kepada pemerintah Kuomintang. Ia dipenjara
sampai 1937, dibebaskan ketika dibentuk Front Persatuan menghadapi Jepang pada
tahun tersebut.
Chen Yi (Chen I) (1901–1972). Lahir di
Provinsi Sichuan ,
ia berasal dari keluarga pejabat, bercita-cita hendak menjadi penyair dan
pelukis. Pergi ke Prancis pada 1919. Untuk waktu singkat ia studi di sekolah
seni. Pada 1921 ia terlibat dalam peristiwa Lyons , lalu diusir. Ia kembali ke Sichuan pada 1922,
menjadi anggota Partai dalam tahun 1923. Pada 1926 ia bergabung bersama Zhou
Enlai di Guangzhou, ikut ambil bagian dalam pemberontakan Nanchang pada 1 Agustus 1927. Ia salah
seorang sahabat Zhou di sepanjang hidupnya, menjadi Menteri Luar Negeri ketika
Zhou melepaskan jabatan itu pada 1957. Ia menjadi salah seorang dari sepuluh
marsekal yang menjadi target Revolusi Kebudayaan, meninggal pada 1972 karena
penyakit kanker.
Chen Yun (1905–1995). Lahir di dekat
Shanghai, ia salah seorang di antara pemimpin PKT yang benar-benar berasal dari
“buruh” (penyusun huruf di percetakan), bergabung dengan Partai pada 1924. Ia
membantu Zhou Enlai dalam pemogokan Februari-Maret 1927 untuk dapat mengontrol kota Shanghai ,
ketika pasukan ekspedisi sedang bergerak maju. Ia berada di basis Ruijin, ikut
serta dalam Long March. Selanjutnya ia bertugas di bidang perburuhan di
wilayah yang dikuasai Kuomintang. Berbeda dengan pemimpin lain, ia tidak
melawat ke Uni Soviet sebelum ikut serta dalam Long March. Ketika ia
pergi ke Uni Soviet pada Juli 1935 dan tinggal untuk selama dua tahun, ia tidak
begitu mendapat sambutan Komintern. Pada 1937 ia berada di Provinsi Xinjiang,
sampai di Yenan pada akhir 1937. Ia berselisih dengan Mao dalam politik
Lompatan Besar Jauh ke Depan, dan juga terhadap organisasi ekonomi. Berlanjut
di bawah Zhou Enlai, ia sebagai Wakil PM, mempunyai perannya dalam ekonomi.
Pengaruhnya dalam ekonomi cukup dominan, terutama pada masa 1949-1952, juga
setelah Lompatan Besar. Dewasa ini ia dipandang sebagai “konservatif,” menentang
reformasi ekonomi. Ini tidaklah benar, yang ia tentang ialah perubahan
tergesa-gesa, “modernisasi” yang direncanakan dengan buruk yang terbukti telah
banyak membuat runtuh negara-negara Dunia Ketiga. Program moderat ‘langkah demi
langkah” Chen Yun agaknya tidak sepenuhnya cocok dengan kebutuhan masa kini,
sekalipun demikian ia masih menjadi sumber rujukan berharga.
Deng Xiaoping (Teng Hsiaoping)
(22 Agustus 1904–19 Februari 1997). Lahir di Provinsi Sichuan , nama sebenarnya Kan Tsekao. Nama tenar
serta gagasannya yang penting dalam perkembangan modernisasi Tiongkok,
menjadikan dirinya dalam banyak hal sebagai penerus Zhou Enlai. Satu catatan
pendek biografi tidak memadai baginya. Selanjutnya lihat biografi dirinya dalam
buku Uli Franz 1987 dan Harcourt Brace Jovanovich 1988. Biografi politik oleh
Chi Hsin 1988.
Deng Yingchao (Teng Yingchao)
(1904–1992). Istri Zhou Enlai, salah seorang tokoh populer yang menjadi panutan
di Tiongkok dewasa ini. Di masa muda ia mendapatkan dorongan ibunya untuk aktif
dalam gerakan mahasiswa. Bertemu Zhou Enlai pada 1919 ketika ia bergabung ke
dalam Serikat Kesadaran. Ia tetap tinggal di Tiongkok untuk menjalankan
organisasi tersebut, selanjutnya menjadi guru di sekolah perempuan Tajen yang
didirikan oleh Ma Qianli. Menikah dengan Zhou Enlai pada 1925. Menjadi anggota
Partai mungkin sekitar 1924. Ia menderita sakit tuberkulosis, tapi ikut ambil
bagian dalam Long March, meski sering berada dalam tandu. Kegiatan
hidupnya tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan suaminya. Sekalipun demikian,
ketika Zhou menjadi Perdana Menteri Tiongkok, perannya ditujukan terutama dalam
kepemimpinan kaum perempuan untuk mendapatkan hak-haknya. Ia memberikan
pengaruh yang besar karena dedikasinya yang panjang dan terus-menerus dalam
perjuangan terhadap kebebasan perempuan serta kesejahteraan anak.
Fei Xiaotung (Fei Hsiaotung) (1910– ). Masuk
Universitas Yenjing dan Universitas London. Selama perang melawan Jepang
(1937-1945) ia berada di Universitas Southwest China. Mendapatkan sejumlah
penghargaan dan jabatan sesudah 1949. Melakukan sejumlah studi tentang kondisi
kaum tani. Pada 1957 ia dicap sebagai “kanan” karena tidak setuju dengan
rencana pendidikan tinggi PKT, tetapi direhabilitasi pada 1959. Sebagai anggota
partai non-komunis Liga Demokrasi ia banyak melakukan perjalanan keluar negeri.
Fei Yiming (1908–1988). Lahir di Shanghai,
masuk Universitas Katolik, seorang ahli bahasa yang fasih dalam bahasa Prancis,
Inggris, dan Jerman. Ia dikenal terutama sebagai pengelola koran terpandang Takungpao
(pertama di Shanghai ,
kemudian di Hongkong). Ia bukan saja berhasil tetap bertahan selama Revolusi
Kebudayaan, tetapi juga dalam menjaga pengaruh buruknya di Hongkong. Ia salah
seorang sahabat dekat Zhou Enlai.
Feng Yuxiang (Fong Yuhsiang) (1882–1948).
Salah seorang dari ribuan rajaperang Tiongkok yang sangat berwarna-warni. Ia
berasal dari keluarga tani miskin, meraih kekuasaan dengan mengorganisasi
pasukannya sendiri yang berasal dari kaum tani. Berbeda dengan rajaperang dan
para militeris, ia tidak pernah kehilangan hubungan baik dengan anak buahnya.
Sikapnya terbuka terhadap pikiran baru, di antaranya agama Kristen yang
dilaksanakannya dengan warnanya sendiri. Ia membaptis serdadunya dengan pipa
api. Ia menikahi Li Techuan (Li Dequan) yang berpendidikan Kristen, istrinya
ini kemudian menjadi Menteri Kesehatan Umum, dan memberinya lima anak antara 1925-1930. Sesudah menempuh
perjalanan sebagai rajaperang yang amat menarik, Feng mendukung pemerintah
Komunis, ia sendiri tidak pernah masuk ke dalam Partai.
Fu Lienchang (Nelson Fu)
(1898–1969). Dokter pertama dalam barisan Tentara Merah Komunis. Ayahnya
seorang Kristen, Nelson Fu diasuh oleh seorang petugas misi Protestan
Inggris , ia lulus dari sekolah
kedokteran yang dikelola oleh misi di Provinsi Fujian , tempat kelahirannya. Ia menyaksikan
kegagalan pemberontakan pasukan komunis pada 1 Agustus 1927, dan hatinya sangat
tergerak. Ia bergabung ke dalam PKT pada 1928, selanjutnya menuju basis Mao di
Pegunungan Jingang, ikut bergerak dalam pasukan ke Ruijin. Ia mendirikan
sejumlah rumahsakit, sekolah perawat Pasukan Merah, ikut serta dalam Long
March. Rupanya ia menderita sakit tuberkulosis, karenanya menyatakan kepada
Zhou Enlai ia tahu bagaimana merawat isterinya, Deng Yingchao yang terkena
penyakit yang sama. Ia sangat mengabdi pada pekerjaannya, karena itu Mao dan
para pemimpin lain amat menghormatinya. Selama Revolusi Kebudayaan ia mendapat
siksaan, meninggal karena perlakuan buruk dari Pengawal Merah pada 1969.
Fu Tsoyi (Fu Zoyi) (1895–1974). Lulusan
Akademi Militer Baoding, bergabung dengan Kuomintang. Ia tersohor karena
perlawanannya terhadap Jepang pada 1936 di Tiongkok Utara, hanya sedikit
tentara Chiang Kaishek yang melakukan hal yang sama. Seperti halnya Tsai Tingkai , ia
diberi kepercayaan untuk melakukan “likuidasi” terhadap kaum komunis, yang
berlanjut setelah Perang Dunia II. Tetapi sejak 1948 ia berubah pikiran.
Selanjutnya ia memiliki karier bagus sebagai Menteri Tenaga Listrik dan
Konservasi Air. Selama Revolusi Kebudayaan ia mendapatkan perlindungan Zhou
Enlai.
Gao Gang (Kao Kang) (1891–1966).
Bergabung ke dalam PKT bersama Liu Jidan, pada 1927 terjadi pemberontakan kaum
tani. Pada 1930-an bersama Liu Shaoqi, mendirikan basis gerilya pertama di
dekat Bao An. Kemampuannya mendapatkan pujian Mao, pada 1945 ia ke Manchuria
bersama Lin Biao, Chen Yun, dan Li Fuchun membangun basis melawan Kuomintang.
Setelah meraih sukses besar maka pada Mei 1949 membentuk Daerah Militer Timur
Laut. Gao membangun saluran dengan pemerintah Uni Soviet, sering tanpa
melakukan konsultasi dengan atasan. Ia dipindah ke Beijing pada 1953. Karena dituduh
“berkomplot”, ia bunuhdiri di penjara.
Geng Biao (Keng Piao) (Agustus 1909– ).
Lahir di Hunan, dalam umur belasan tahun sudah mengikuti kegiatan bawah tanah
PKT, pada 1929 bergabung dengan Mao di Ruijin. Keberaniannya yang menonjol
selama Long March serta kualitas pribadinya yang kuat, membuatnya
menjadi sosok populer di mana pun ia berada. Ia membantu Nie Rongzhen dalam membangun
basis. Setelah 1949 ia banyak menggunakan waktunya di luar negeri, utusan RRT
pertama di beberapa negara.
Greene, Felix (1909–1985).
Seorang wartawan Inggris, bersaudara dengan penulis Graham Greene. Ia bekerja
di BBC, kemudian menjadi wartawan bebas. Ia membuat wawancara televisi pertama
dengan Zhou Enlai (1960). Ia membuat film dokumenter panjang tentang Tiongkok,
Tibet, dan Vietnam, menulis sejumlah buku, termasuk A Curtain of Ignorance,
menunjukkan adanya penyebaran informasi menyesatkan yang disengaja tentang
Tiongkok di Amerika Serikat.
Gung Peng (Kung Peng) (1915–1970). Kuliah
di Universitas Yenjing, salah satu aktivis mahasiswa sejak dini. Ia pergi ke
Yenan dan membantu Zhou Enlai. Menjadi sangat populer karena menjabat sebagai
sekretaris Zhou bidang pers. Ia menikah dengan Qiao Guanhua, kemudian berdua
mereka bertugas pada Kantor Berita Xinhua di Hongkong (1946-1949). Kemudian ia
mengepalai Bagian Informasi di bawah Zhou Enlai, membantu Zhou dalam banyak
perjalanan keluar negeri. Selanjutnya ia menjabat sebagai Pembantu Menteri Luar
Negeri. Meninggal karena pendarahan otak pada 1970.
Gung Pusheng (Kung Pusheng) (1917– ),
saudara perempuan Gung Peng. Lulus dari Universitas
Yenjing , ia melawat
ke Amerika, berteman baik dengan Eleanor Roosevelt. Ia menduduki jabatan
penting di Kementerian Luar Negeri, menjadi duta besar untuk beberapa tahun,
tetap aktif dalam hubungan internasional. Ia menikah dengan Zhang Hanfu
(almarhum), seorang sahabat Zhou Enlai, dan juga diplomat terkenal.
Guo Lungzhen (Kuo Lungchen, dikenal juga
dengan nama Guo Liyin) (1893–1930). Pelajar perempuan dari suku Hui (beragama
Islam), sejak dini tikut serta dalam kegiatan revolusioner, menjadi anggota
Serikat Kesadaran yang didirikan Zhou Enlai. Ia menjadi anggota PKT pada 1922,
dan studi ke Prancis (1922-1925). Ia kembali ke Tiongkok, kemudian ditangkap,
disiksa dan dibunuh pada 1930.
Guo Moro (Kuo Mojo) (1892–1977). Salah
seorang tokoh penting dalam kesusasteraan revolusioner Tiongkok, ia juga
seorang penerjemah dan arkeolog. Perhatiannya terhadap sains sebanyak terhadap
kesusasteraan. Ia menerjemahkan Walt Whitman, banyak puisi Prancis,
memperkenalkan “gelombang baru” blank verse, puisi dengan irama tapi
tanpa sajak. Ia bertemu Zhou Enlai pada 1924. Di sepanjang hidupnya ia punya
pengaruh besar dalam mengetengahkan masalah kaum intelektual agar menjadi
perhatian para pemimpin komunis, sekalipun perannya ini diabaikan.
Hatem, George (Ma Haide)
(1910–1988). Lahir di Buffalo ,
New York , orangtuanya seorang
Libanon. Studi kedokteran di AS, kemudian di Beirut
dan Geneva .
Pada 1933 pergi ke Shanghai ,
melakukan penelitian penyakit-penyakit kelamin dan kulit. Pada 1936 bersama
Edgar Snow ia melakukan perjalanan ke basis kaum komunis yang dibangun pada
akhir Long March di Tiongkok Utara. Ia menjalankan profesinya di basis
gerilya sampai 1949, menjadi penasihat kesehatan Tentara Merah. Ketika
pembebasan pada 1949, ia ikut membantu membangun Kementerian Kesehatan Umum,
punya peran penting dalam kampanye besar-besaran memerangi penyakit kelamin.
Setelah terbasminya penyakit kelamin ini pada 1958-1959, ia pun ikut ambil
bagian dalam pemberantasan lepra. Selanjutnya ia mengambil paspor Tiongkok dan
mengubah namanya menjadi Ma Haide. Ia diangkat menjadi anggota Konferensi
Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok (KKPRT). Banyak menerima penghargaan,
termasuk Lasky Prize dari Amerika Serikat. Ia salah seorang tokoh yang
sangat dihormati dan dipuji di Tiongkok, meninggal pada 1988 karena kanker.
He Xiangning (Madam Liao Zhungkai yang
dikenal juga sebagai Ho Hsiangning) (1876–1972). Seorang pelukis dan patriot,
tidak pernah menjadi komunis, pendiri Komite Revolusioner Kuomintang pada 1948,
salah satu dari 8 partai demokratis. Ia diangkat sebagai ketua kehormatan
Komisi Tionghoa Perantauan, sekalipun yang menjalankan pekerjaan itu anak
lelakinya, Liao Chengzhi. Karya lukisannya dihargai tinggi oleh para ahli seni.
Ho Lung (He Lung) (1896–1969). Seorang
yang selalu bergerak cepat dan riang. Ia tidak pernah menerima pendidikan
formal. Lahir sebagai penggembala, ia tersohor karena keberaniannya. Pada umur
14 tahun ia membunuh seorang hakim setempat yang korup, membuat dirinya sebagai
buron tersohor. Ia ikut ambil bagian dalam ekspedisi 1 Agustus 1927 yang
melakukan perlawanan bersenjata, ia menjadi seorang komunis dengan pengaruh
Zhou Enlai. Sekalipun menurut dugaan ia setengah butahuruf, ia seorang pemimpin
yang menarik, sahabat dekat Zhou Enlai. Ia mengambil bagian dalam Long March,
kemudian menjadi salah seorang dari 10 orang marsekal pada 1958. Selama
Revolusi Kebudayaan, ia menjadi salah satu target Pengawal Merah. Sekalipun
Zhou berusaha menyelamatkan dirinya, ia meninggal karena tidak mendapatkan
pengobatan terhadap penyakit diabetesnya.
Hua Guofeng (Hua Kuofong) (16 Februari
1921– ). Lahir dari kalangan petani, bergabung ke dalam Tentara Merah pada 1936
sesudah Long March. Ia menjabat sebagai sekretaris Partai di Provinsi Hunan dan bekerja di
daerah pedalaman. Ia dikenal karena ketelitian dan kejujurannya. Pada 1959
bertemu Mao, yang rupanya terkesan dengan sikap Hua Guofeng di atas. Selamat
dari Revolusi Kebudayaan, pada 1972 dikirimkan ke Guangzhou untuk memulihkan ketertiban. Ia
diangkat sebagai anggota Politbiro pada 1973, bertugas dalam Keamanan Umum pada
1975. Pada 7 Februari 1976, empat minggu setelah wafatnya Zhou Enlai, ia
diangkat sebagai Pejabat Perdana Menteri. Dalam bulan Oktober 1976, ia ditunjuk
sebagai pengganti Mao sesuai dengan surat
wasiatnya. Dengan kembalinya Deng
Xiaoping , ia
kehilangan posisinya yang dominan, tetapi tetap menjadi anggota CC. Hua
dihormati karena perilakunya yang mulia di sepanjang waktu.
Hu Tsungnan (1896–1962). Salah seorang
jenderal Chiang Kaishek yang punya kemampuan, lulus dari Akademi Militer
Huangpu, tempat ia bertemu dengan Zhou Enlai. Ia dipercaya Chiang memimpin
salah satu pasukan terbaik. Selama perang Tiongkok-Jepang, ia bermarkas di
Xian, dari situ ia melakukan operasi penggerebegan terhadap pusat-pusat yang
dicurigai sebagai komunis serta para mahasiswa yang hendak meninggalkan daerah
di bawah kontrol Kuomintang, menuju ke basis-basis komunis. Untuk sementara
waktu ia sangat dihormati karena berhasil merebut Yenan, tetapi lalu mengalami
kekalahan total. Pada 1948 ia pergi ke Taiwan bersama Chiang Kaishek.
Huang Hua (25 Januari 1913– ). Nama
sebenarnya ialah Wang Rumei, belajar di Universitas Yenjing, sekitar umur 20
tahun ia bergabung ke dalam PKT bawah tanah. Ia salah seorang organisator
demonstrasi mahasiswa anti Jepang dalam bulan Desember 1935. Pada 1936 pergi ke
Yenan, menjadi penerjemah Mao dengan Edgar Snow. Ia ikut serta dalam
pembicaraan gencatan senjata pada 1953 dalam Perang Korea ,
bersama Zhou Enlai ke Bandung
pada 1955. Ia ditunjuk sebagai Duta Besar pertama di PBB, New York-1972. Bersama
isterinya yang cantik dan pintar, Ho Li Lian, Huang Hua melakukan hubungan
internasional yang luas.
Joris Ivens (1898–1989). Lahir di Belanda,
mula-mula tertarik pada fotografi, bekerja magang di pabrik Ica dan Ernemann, kemudian Zeiss (1924-1925).
Ia ikut serta dalam gerakan mahasiswa, pada 1930 melawat ke Uni Soviet. Pada
1937 ikut ambil bagian dalam Perang Saudara di Spanyol, di situ ia bertemu
dengan Ernest Hemingway, John Dos Pasos, Lilian Hellman. Ia membuat film
panjang dokumenter tentang Perang Spanyol. Pada 1938 pergi ke Tiongkok dan
bertemu Zhou Enlai di Wuhan tahun itu juga. Ia tak pernah mencapai Yenan
sebagai yang direncanakannya, tapi atas permintaan Zhou ia memberikan kamera
beserta sejumlah besar rol film untuk dikirim ke Yenan. Sebuah yayasan Amerika
mengundangnya untuk membuat film. Ia juga membuat film di Indonesia dan Vietnam .
Beberapa kali kembali ke Tiongkok pada 1958 dan 1961. Pada 1971-1975 ia membuat
film dokumenter berseri sebanyak 12 bagian tentang Tiongkok. Ia terus berkarya
dalam bidang film sampai meninggalnya.
Jiang Qing (Chiang Ching) (1914–1991).
Lahir dari kalangan keluarga miskin, pergi ke Tianjin pada 1927 bersama ibunya yang
menjanda. Pada 1931 ia menjadi anggota kelompok teater kiri. Pada 1933 menjadi
anggota PKT dan pergi ke Shanghai .
Ia dipenjarakan oleh Kuomintang untuk waktu singkat 1934-1935. Dengan nama Lan
Ping (Apel Biru) menjadi aktris film, dan pada 1937 pergi ke Yenan. Bertemu Mao
dan mulai hidup bersamanya pada 1938, menikah dengan Mao pada 1939. Sampai 1965
ia tidak pernah ambil bagian dalam seni peran yang berarti, sekalipun ia ikut
serta dalam mengutuk karya seni dan film. Ia mendapatkan pengobatan kanker
untuk beberapa tahun di Moskow. Sejak 1962 dan seterusnya ia mulai melakukan
serangan terhadap kecenderungan “burjuis” dalam sastra dan seni serta
mensponsori opera Tiongkok Baru. Ia menjadi tersohor selama Revolusi
Kebudayaan dan menjadi anggota Politbiro. Ia pun membangun tim pendukungnya.
Pada 1973 ia dinamai oleh suaminya sendiri, Mao, sebagai “terlalu ambisius”.
Pada 1975 memimpin serangan terhadap Zhou Enlai dan Deng Xiaoping. Dalam bulan
Oktober 1976, sebulan setelah wafatnya Mao, ia ditahan. Dikutuk di depan
pengadilan rakyat, ditahan rumah sampai meninggalnya.
Kang Keqing (Kang Keching) (1912–1991).
Lahir dari keluarga amat miskin. Pada umur 6 tahun menjadi pembantu. Ia tidak
bersekolah sampai bergabung ke dalam Liga Komunis Muda pada usia 12 tahun.
Ketika berumur 15 tahun ia aktif di sepuluh desa dengan membangun kelompok
gerilya. Ia kawin dengan Zhu De pada 1928, bergabung ke dalam basis Mao dan
menjadi anggota Partai. Pada 1932 ia menjadi komandan relawan detasemen
perempuan, bertempur menghadapi kampanye “pembasmian” Chiang Kaishek. Ia ikut
ambil bagian dalam Long March dengan membantu mengangkut peralatan milik
laki-laki lemah atau serdadu yang terluka. Dalam seluruh hidupnya ia mengambil
bagian dalam pekerjaan untuk perempuan dan anak-anak. Seorang perempuan luar
biasa yang tak dikenal di Barat. Ketika terdapat gerakan anti korupsi pada
1980-an, salah seorang cucunya terlibat dalam perkosaan, ia menyetujuinya untuk
ditembak mati sebagaimana diatur dalam hukum. Demikianlah ia mengabdikan
keluarga sehubungan dengan soal prinsip.
Kang Sheng (1899–1975). Ia studi di Shanghai , menjadi anggota PKT pada 1924, organisator buruh
di Shanghai
pada 1925, direktur Departemen Organisasi PKT (organ intelijen). Pada sidang
pleno Partai Januari 1931, ia bergabung ke dalam Kelompok 28 Bolshevik dan
tetap sebagai kepala intelijen yang dikenal dalam bahasa Tionghoa sebagai Te
Ke. Bergerak di bawah tanah di Shanghai
sampai 1933, kemudian pergi ke Moskow untuk belajar teknik intelijen dan
keamanan Soviet. Ia ditunjuk sebagai wakil PKT di Komite Komintern, berkawan
dengan Wang Ming, pemimpin 28 Bolshevik. Keduanya muncul dalam berbagai majalah
di Uni Soviet. Pada 1937 ia menyertai Wang Ming kembali ke Yenan, memangku lagi
jabatan dalam intelijen dan keamanan sampai 1946, lalu digantikan oleh Le
Kenung. Di Yenan ia bertanggungjawab terhadap banyak “teror” yang dilampiaskan
selama Gerakan Pembetulan. Perannya kian penting selama Kongres Partai ke 7
April-Juni 1945, pada 1954 diangkat sebagai anggota Politbiro. Menjadi tokoh
menonjol dalam hubungannya dengan pihak di luar Partai, bersatu dengan Mao
selama perselisihan Tiongkok-Soviet (1960). Selama Revolusi Kebudayaan berada
di pihak Madam Mao. Lihat Roger Faligot & Remi Kauffer, Kang Sheng et
les Services Secrets Chinois, Paris, 1987.
Li Dazhao (Li Ta Chao) (1888–1927).
KomunismeTiongkok dipelopori terutama oleh Chen Duxiu dan Li Dazhao. Lahir dari
keluarga petani, ia masuk sekolah model baru pada 1905, selama enam tahun studi
ekonomi politik, meneruskan studi ke Universitas Waseda di Tokyo (1913-1916),
ia bekerja bersama kelompok revolusioner di Jepang. Kembali ke Tiongkok pada
1916, menjadi editor Youth dan New Youth yang dibangun oleh Chen
Duxiu. Ia bekerja sebagai pustakawan di Universitas Peking (1918) dan profesor
sejarah serta ilmu politik (1920). Ia salah seorang tokoh terkenal revolusioner
dari kalangan inteligensia yang menjadi panutan. Ia tertarik pada Marxisme dan
mendirikan Masyarakat Studi Sosialisme di Universitas Peking .
Ia bertemu dengan agen Komintern Voitinsky, ikut serta dalam konferensi bagi
persiapan pembentukan PKT di Shanghai (Mei 1921), tetapi tidak ikut hadir dalam
Kongres Partai pertama (Juli 1921). Pada 1926 ia dipaksa meminta suaka di
Kedutaan Soviet di Beijing, tetapi ditangkap oleh Kuomintang dan pada April
1927 dibunuh dengan cara dicekik bersama 19 orang komunis yang lain.
Li Fuchun (1900–1975). Pada 1919 ia pergi
belajar ke Prancis bersama Tsai Hosen. Ia salah satu pendiri PKT cabang Prancis
pada 1921. Untuk jangka lama ia melakukan kegiatan di bawah tanah, ikut serta
dalam Long March. Seorang organisator unggul, dipercaya menangani bidang
ekonomi dan masalah lain Partai dengan bekerjasama dengan Zhou Enlai.
Li Kenung (Li K’onung) (1898–1962).
Seorang aktivis mahasiswa dalam Gerakan 4 Mei 1919, menjadi anggota Partai
sejak 1922. Sejak 1925 ia melakukan pekerjaan bawah tanah, catatan menunjukkan
ia dilatih di bidang intelijen pada 1928 oleh Zhou Enlai. Sejak itu perannya
dalam jaringan intelijen menonjol. Ia bahkan berhasil melakukan penetrasi
terhadap aparat intelijen Kuomintang. Ketika ia dan banyak yang lain dikhianati
oleh Gu Shangchang, ia menyingkir ke basis Mao. Ia tetap bertugas di bidang
intelijen, salah seorang peserta Long March. Ia ikut hadir bersama Ye
Jianying ketika Zhou Enlai melakukan pembicaraan dengan Chiang Kaishek pada
1936-1937. Ia menjadi tokoh utama penghubung antara Kuomintang dan Komunis
dalam Front Persatuan. Menjadi anggota delegasi ke Konferensi Geneva bersama Zhou Enlai pada 1954.
Meninggal pada 1962 karena kanker.
Li Lisan (Li Li San) (1899–1967). Ia
berhubungan dengan Mao Dzedong tetapi tidak ikut serta dalam grup Perkumpulan
Studi Rakyat Baru. Pada 1919 pergi studi ke Prancis, ia bekerja bersama Tsai
Hosen dan Zhou Enlai. Setelah insiden Lyons
(1921) ia diusir bersama Tsai dan yang lain. Sesudah itu ia segera menjadi
pemimpin buruh dan Partai yang menonjol. Ia hadir dalam Kongres Partai ke 6
yang diadakan di Moskow. Zhou ikut membela dirinya berhadapan dengan Komintern
dan 28 Bolshevik. Ia tidak pernah memegang jabatan berarti sesudah 1930,
meninggal karena perlakuan buruk selama Revolusi Kebudayaan.
Li Tsungjen (1892–1968). Ia penduduk
Provinsi Guangxi, salah seorang rajaperang yang berhasil. Ia menghadapi pilihan
antara melawan dan bersekutu dengan Chiang Kaishek. Pada 1948, ketika Chiang
meninggalkan daratan ke Taiwan, Li Tsungjen menggantinya sebagai Presiden, ia
mengirimkan misi perdamaian untuk melakukan pembicaraan dengan PKT. Hal itu
tidak memberikan hasil, Li mengundurkan diri dan pergi ke Amerika. Ia kembali
ke Tiongkok pada 1965 menjelang Revolusi Kebudayaan. Sekalipun ia mendapa
perlindungan selama tahun pertama menga-muknya Pengawal Merah, kesehatannya
cepat mundur dan meninggal pada 1968.
Li Xiannian (Li Hsien Nien) (1905–1992). Ia
lahir sebagai anak seorang tukang kayu, ikut bergabung ke dalam Pasukan
Ekspedisi Utara pada 1926, ketika terjadi perpecahan dengan Chiang Kaishek ia
tetap bergabung dengan pasukan Komunis. Pergi ke Yenan pada 1937 dan menjadi
organisator kekuatan gerilya. Ia bergabung ke dalam Pasukan 4 Baru dan ambil
bagian dalam melakukan terobosan. Sesudah 1949 ia menjadi Walikota Wuhan,
selanjutnya Wakil Perdana Menteri dan Menteri Keuangan pada 1954. Menjadi
Presiden RRT, pensiun karena kesehatannya. Salah seorang pemimpin yang sangat
dihormati dengan integritasnya yang tinggi.
Liang Szecheng (Liang Sucheng)
(1901–1972). Putra seorang pejabat dan reformis terkenal Liang Qichao (Liang
Chi Chao) yang prosa merdunya memberikan pengaruhnya kepada Zhou Enlai. Lulus
dari Universitas Tsinghua dan mendapat gelar MA dalam arsitektur dari
Universitas Pennsylvania .
Ia berjuang keras dalam melindungi situs sejarah dan bangunan tua, dan
dipandang sebagai seorang “burjuis.” Masuk ke dalam PKT pada 1958, ia memimpin
delegasi dalam Konferensi Arsitektur Internasional ke 8 di Paris, Juni 1965.
Selama Revolusi Kebudayaan ia mendapatkan perlakuan buruk dari Pengawal Merah.
Atas anjuran Zhou Enlai, penulis mengunjunginya pada 1969. Ini dimaksudkan
untuk mengurangi serangan terhadap dirinya, juga menengok dan menjenguk
seseorang yang sedang sakit.
Liao Chengzhi (Liao Chengchih)
(1906–1983). Satu-satunya cara menggambarkan orang ini ialah tampan, penuh
semangat petualangan, dan penuh humor. Anak lelaki Liao Zhungkai, pada 1924
menjadi seorang revolusioner ketika umurnya baru 16 tahun, bergabung ke dalam
PKT pada 1927. Ia bekerja di kapal yang membawanya ke Eropa pada 1928, mencoba
melakukan pemogokan di antara anak buah kapal yang mayoritas orang Tionghoa. Ia
ditahan di Belanda, kemudian di Jerman dan dikirim ke Tiongkok pada 1932. Ia
memimpin kelompok komunis bawah tanah di Shanghai .
Kariernya sangat beragam, ia sangat menyukai anjing Peking
dan juga ikan hering Belanda. Selama Revolusi Kebudayaan ia dianiaya, tetapi
dapat selamat.
Liao Mengxin (Liao Menghsin, dikenal juga
sebagai Grace Liao) (1909–1988). Saudara perempuan Liao Chengzhi. Untuk waktu
lama ia menjadi sekretaris Soong Chingling, terkenal giat dalam Front Persatuan
dan organisasi Tionghoa Perantauan di Tiongkok.
Liao Zhungkai (Liao Chungkai)
(1877–1925). Tokoh penting dan berhasil dari keturunan keluarga Tionghoa
Perantauan. Mula-mula ia mendukung Sun Yatsen dengan pengaruh dan uangnya.
Komunitas Tionghoa Perantauan memberikan sumbangannya dalam proses revolusioner
orang Tionghoa pada permulaan abad 20. Liao memberikan sumbangan kekayaan
pribadinya dalam menggalakkan kemajuan negerinya. Ia banyak memiliki koneksi di
Jepang, tempat Sun Yatsen telah membangun basis kuat bagi Liga Persatuan,
pendahulu Partai Nasionalis atau Kuomintang. Liao dapat berbicara banyak bahasa,
menerima pendidikannya sebagian di Amerika. Ia menjadi menteri yang sangat
setia dan besar dukungannya pada Sun Yatsen, tetapi kemudian tersingkir oleh
orang-orang sangat ambisius. Kuomintang memandang dirinya sebagai penghalang
bagi “sayap kanan,” ia dibunuh pada 1925.
Lin Biao (Lin Piao) (1907–1971). Rupanya
dia bukanlah aktivis sejak muda, tetapi pada 1925 ia mendapatkan beasiswa masuk
ke Akademi Militer Huangpu. Kemampuan pribadinya tidaklah diragukan, tetapi
jika dia dipandang sebagai ahli strategi militer Tiongkok (sebagai yang
dipercaya oleh sejumlah sinolog Barat), jika diperiksa dengan saksama tidaklah
tepat, apalagi dibanding dengan sejumlah tokoh militer PKT. Ketika bergabung
dalam pemberontakan Nanchang ,
ia belum berumur 20 tahun. Ia berada di bawah Zhu De dan Chen Yi ketika mereka
melakukan pengunduran diri untuk mencapai basis yang didirikan oleh Mao.
Rupanya penampilan Lin Biao menarik perhatian Mao, ia menulis surat kepadanya. Lin dengan cepat meningkat
karier militernya, ikut serta dalam Long March, meski ia sering
sakit-sakitan yang tercatat selama itu. Ia menjadi Rektor Universitas Kangta
yang didirikan di Yenan. Dalam tahun 1955 ia tercatat sebagai orang ketiga di
antara 10 marsekal militer sesudah Zhu De dan Peng Dehuai. Ia nampak juga “sakit”
selama masa kritis, di antaranya selama Perang Korea , ia berada di Moskow sebagai
pasien. Sekalipun ia diangkat sebagai calon pewaris pengganti Mao, ia melakukan
komplotan terhadapnya dan tewas secara dramatis.
Lin Boju (Lin Pochu) (1886–1960). Mula-mula
ia menjadi anggota Liga Persatuan yang didirikan oleh Sun Yatsen. Ketika
Kuomintang bertentangan dengan Komunis, ia berpihak kepada kaum komunis dan
ikut serta dalam pemberontakan Nanchang
pada 1 Agustus 1927. Ia melawat ke Moskow lewat Jepang, dan sampai pada 1928,
kembali ke Tiongkok pada 1932. Ia bergabung dengan basis Mao di Ruijin,
berpihak pada Mao dan Deng Xiaoping berhadapan dengan klik Wang Ming , ia
pun ikut diturunkan. Ikut serta dalam Long March dalam bagian logistik.
Ia membantu Zhou ketika melakukan perundingan dengan Chiang Kaishek 1936-1937.
Ia salah satu dari pemimpin tinggi yang masuk ke Beijing pada 1949 dalam kemenangan yang
damai. Kariernya terus menanjak di bawah Zhou, menangani badan penelitian
hukum, kemudian badan penelitian ilmu politik. Ia selalu tertarik pada masalah
reformasi bahasa Tionghoa, selanjutnya ia banyak mencurahkan tenaganya di
bidang ini. Ia meninggal karena serangan jantung.
Liu Bocheng (Liu Pocheng) (1892–1986).
Salah satu tokoh veteran Tentara Merah yang menonjol, sudah sejak muda menjadi
seorang perwira yang kehilangan satu matanya dalam suatu pertempuran. Sejak itu
ia mendapat nama julukan Naga Bermata Satu. Seperti halnya Zhu De dan sejumlah
kecil rajaperang, Liu bergabung ke dalam Kuomintang, ketika terjadi perpecahan
ia berpihak pada Komunis dan pergi ke Nanchang .
Ia membantu Ho Lung dalam pemberontakan 1 Agustus 1927. Pada akhir 1927 ia ke
Moskow, selama tiga tahun studi di Akademi Militer Tentara Merah. Ia kembali ke
Tiongkok menuju basis yang didirikan oleh Mao, ikut serta dalam Long March.
Dikenal sebagai seorang taktikus terbaik dalam Tentara Merah , ia
merupakan salah satu dari 10 marsekal pada 1955. Ia bukan saja seorang komandan
militer hebat, tetapi juga penulis sejumlah buku berhasil tentang taktik dan
perang gerilya. Ia juga menulis kesaksiannya yang panjang tentang Long March,
terbit di Hongkong pada 1960.
Liu Jidan (Liu Chitan) (1902–1936). Lahir
di Provinsi Shensi , masuk Akademi Militer Huangpu.
Ia berdinas di bawah Feng Yuxiang untuk masa singkat. Ketika Feng memilih
berpihak kepada Chiang Kaishek ,
ia melakukan pemberontakan,
tetapi segera dipadamkan. Pemberontakan ini masih dipandang sebagai permulaan
penting perlawanan Komunis di Tiongkok bagian barat laut. Ia membangun basis
gerilya di sekitar Bao An, yang menjadi perjalanan terakhir Long March.
Ia ditahan selama kampanye pembolshevikan Partai yang dilancarkan oleh Wang
Ming, kemudian dibebaskan dari penjara ketika Mao dan Zhou sampai ke basis
tersebut Oktober 1935. Ia menyertai Mao dalam ekspedisi ke Provinsi Shansi , mengalami luka-luka dan meninggal.
Liu Shaoqi (Liu Shaochi) (1898–1969).
Seperti halnya Mao, ia lahir di Provinsi Hunan ,
bergabung dengan Mao dalam Kelompok Studi Rakyat Baru. Ia menjadi organisator
kaum buruh di Shanghai
pada 1920, melawat ke Moskow pada 1921. Ia bergabung ke dalam PKT di Moskow,
kembali ke Tiongkok pada 1922 dan aktif dalam serikat buruh di provinsi tempat
lahirnya. Setelah terjadi pembantaian Shanghai
1927, ia menyelamatkan dirinya ke Tiongkok Utara, mengorganisasi gerakan buruh,
merekrut sejumlah intelektual ke dalam PKT di universitas. Pada 1932 ia
diangkat sebagai Ketua Federasi Serikat Buruh seluruh Tiongkok. Pada tahun itu
juga ia pergi ke basis Mao di Ruijin untuk mempelajari kemungkinan meningkatkan
sektor industri. Ia tidak ikut serta dalam Long March, atau menurut
beberapa catatan hanya ikut sebagiannya. Ia bergerak di bawah tanah dalam
hubungan dengan Biro Utara. Kebangkitan dirinya karena kemampuannya sebagai
organisator, dan juga pengaruhnya di kalangan kaum intelektual di sejumlah
universitas di Tiongkok Utara. Sejak 1940-an ia menjadi salah satu teoritikus,
menyampaikan sejumlah pidato penting dalam soal organisasi, kepemimpinan dan
disiplin Partai. Ia juga menulis sejumlah dokumen penting tentang panduan dan
informasi PKT dalam tahun 1941-1945. Dia pula yang menciptakan frasa “Pikiran
Mao.” Pada akhir 1950-an karena adanya perbedaan pandangan ekonomi, juga
tentang Uni Soviet, maka Mao mulai melakukan ofensif terhadap dirinya. Hal ini
memuncak dalam Revolusi Kebudayaan yang didesain untuk menghancurkan Liu
Shaoqi.
Lo Ruiqing (Lo Ruiching) (1906–1978).
Lahir di Provinsi Sichuan ,
masuk ke Akademi Militer Huangpu pada 1926. Ikut serta dalam Ekspedisi Utara
dan bergabung ke dalam PKT. Ia juga ikut serta di samping Zhou Enlai dalam
pemberontakan Nanchang 1 Agustus 1927. Ia bergabung ke basis Mao di Ruijin,
selama kampanye pembasmian oleh Chiang Kaishek menderita luka-luka pada 1932.
Selama Long March ia berada di Pasukan Front Pertama. Ia bekerja di
bawah Peng Dehuai selama kampanye perlawanan terhadap Jepang, kemudian di bawah
Ye Jianying dan Nie Rongzhen. Sesudah 1949 ia mendapat jabatan tinggi, termasuk
Keamanan Umum, pada 1959 menjadi anggota Komisi Militer yang amat berkuasa itu.
Terjadi perselisihan politik dengan Mao sekitar 1963-1964, salah satu
artikelnya dipandang sebagai “pro Soviet” oleh Mao. Menjadi salah satu target
Revolusi Kebu-dayaan. Penulis melihat kemunculannya kembali dalam pesta banket
pada 1973.
Lo Yinung (Lo Inung) (1901–1928). Ikut
serta dalam Gerakan 4 Mei 1919 mahasiswa Shanghai ,
menjadi anggota PKT pada 1921. Ia dikirim ke Moskow untuk studi selama empat
tahun. Kembali pada 1925, menjadi organisator pemogokan kaum buruh, termasuk
pemogokan buruh kereta api Hongkong-Kanton yang tersohor. Ia bekerjasama dengan
Zhou Enlai selama peristiwa 1926-1927 di Shanghai. Ia tertangkap dan dibunuh
dalam bulan April 1928.
Ma Jun (1900–1927). Sahabat dan teman
sekelas Zhou Enlai di Nankai. Ia seorang Hui Muslim, mungkin ia menjadi anggota
PKT atau setidaknya simpatisan pada 1922 atau 1923. Ia seorang anggota
Perkumpulan Pencerahan, tewas dalam pembunuhan massal 1927-1929.
Ma Qianli (Ma Tsianli) (1894–1927). Teman
sekolah senior Zhou Enlai di sekolah menengah Nankai. Ia seorang yang bergerak
cepat dan berani. Ia bekerja sebagai pegawai rendahan di sekolah Nankai
tersebut, memberikan bantuan keuangan kepada Zhou. Menurut kenangan teman
sekolahnya yang lain, Lio Yungwu, Zhou telah mengirimkan naskah lengkap
berdasarkan buku harian penjara kepada Ma untuk diterbitkan pada 1921. Naskah
itu diselesaikan oleh Zhou selama berada di kapal Porthos yang membawanya ke
Prancis. Ma kehilangan pekerjaannya di sekolah Nankai, selanjutnya menjadi editor
sebuah majalah berita. Ia kemudian mendirikan Tajen, sekolah bagi perempuan di Beijing . Deng Yingchao,
yang kemudian menjadi istri Zhou, mengajar di sekolah ini seperti halnya Xu
Guangping (Hsu Kuangping), yang kemudian menjadi istri Lu Xun (Lu Hsun). Ma
Qianli tewas selama pembunuhan massal 1927-1929 yang dilakukan pasukan Chiang
Kaishek.
Mao Dzedong (Mao Dzedong; Mao Tsetung)
(1893–1976). Namanya terlalu besar untuk dicantumkan dalam catatan biografi
pendek ini. Begitu banyak buku biografi yang telah ditulis. Hubungan antara Mao
Dzedong dengan Zhou Enlai di sepanjang hidup mereka selama beberapa dekade
masih tetap membangkitkan spekulasi di antara para ahli sejarah.
Nie Rongzhen (Nie Jongchen) (1899–1991). Ia
salah seorang tokoh militer dan ilmuwan Tiongkok terbesar. Ia memainkan peran
besar dalam banyak kejadian sejarah PKT. Ia pergi ke Prancis pada 1919, salah
seorang dari 1.600 mahasiswa Tiongkok tahun itu. Setelah beberapa bulan berada
di Prancis, lebih dari dua tahun ia masuk ke Universite de Travail, Charleroi yang disponsori
oleh Partai Sosialis Belgia. Ia bergabung ke dalam Liga Pemuda Sosialis pada
1922, dan pada 1923 masuk PKT. Zhou Enlai mengunjungi Nie di Charleroi
setidaknya dua kali. Nie dapat bicara lancar dalam bahasa Jerman, Prancis, dan
Inggris. Pada 1924 ia pergi ke Moskow dan belajar bahasa Rusia. Ia kembali ke
Tiongkok pada 1925, ikut ambil bagian dalam pemberontakan Nanchang 1 Agustus
1927. Ambil bagian dalam Long March. Ia banyak terlibat dalam
menggalakkan pengetahuan sains serta pembangunan militer. Melakukan kerjasama
dengan Zhou Enlai di sepanjang hidupnya. Ia bertanggungjawab dalam pembentukan
suatu tim yang kemudian secara independen membangun kekuatan nuklir dan peluru
kendali Tiongkok. Kekuatan mental dan fisiknya, visinya yang jauh ke depan,
serta kecerdasannya yang tinggi tidak pernah kaget dengan berbagai perilaku
aneh politik yang sering menjangkiti rekan-rekannya dalam membuat keputusan
penting. Nie tetap sebagai tokoh penting yang berada dalam panteon revolusioner
Tiongkok.
Pan Dzenien (1895–1969). Ia kakak Pan
Hannien, terkenal di kalangan intelektual, profesor sejarah dan sastra ketika
berumur 30-an, editor kemudian direktur dari Xinhua Daily News.
Bekerjasama dengan Zhou Enlai dan mendapatkan kepercayaan besar serta dihormati
olehnya. Ia melanjutkan pekerjaannya dalam kehidupan akademik sampai
meninggalnya.
Pan Hannien (Pan Han Nien) (1905–1970).
Bergabung dengan PKT ketika masih sangat muda, pada 1933 menjadi anggota CC. Ia
banyak mengambil bagian pada pekerjaan melakukan perantaraan dalam perundingan
rahasia dengan Kuomintang, juga dengan para serikat rahasia. Isterinya dari
keluarga kaya di Hongkong. Setelah ditahannya Chiang Kaishek di Xian , ia
mengambil bagian aktif dalam pembangunan front persatuan anti Jepang. Pada 1952
ia diangkat sebagai Wakil Walikota Shanghai, tetapi kemudian ditangkap pada
1955 sebagai “anti revolusioner,” berada di penjara sampai meninggalnya. Pada
1980 namanya direhabilitasi.
Peng Bai (Peng Pai) (1896–1929). Ia
lahir dari keluarga “tuan tanah,” menjadi orang revolusioner dengan penuh
semangat, pergi kuliah ke Universitas Waseda, Jepang pada 1918. Di situ ia
mengenal ideologi-ideologi Barat dan sosialis. Kembali ke Tiongkok pada 1921,
di distrik tempat tinggalnya di Haifeng ia mendirikan asosiasi petani, memaksa
kaum tuan tanah untuk menurunkan sewa tanah. Ia juga merekomendasikan
berdirinya Institut Pelatihan Gerakan Tani di Guangzhou. Tewas dibunuh dalam
pembantaian massal pada 1927-1929 oleh Chiang Kaishek.
Peng Dehuai (Peng Te Huai) (1902–1968).
Dalam beberapa hal ia merupakan pahlawan rakyat di Tiongkok. Ia penggembala
ternak yang tidak bersekolah formal, kemudian bekerja di tambang, selanjutnya
menjadi komandan peleton di militer pada umur 18 tahun. Ia bergabung ke
Kuomintang, kemudian PKT pada 1927, berada di basis Mao. Perbuatan gagah
beraninya mendapatkan pujian tinggi Mao. Ia dipandang sebagai pendukung Mao
paling setia dan terhormat selama Long March. Ia juga mendukung Mao
selama sidang di Tsunyi. Ketika di Yenan ia memiliki sejumlah perbedaan dengan
Mao dalam hal strategi dan politik militer, hal ini merosot menjadi
perselisihan yang berbisa. Sekalipun demikian ia tetaplah seorang tokoh yang
menonjol, apalagi selama Perang Korea ,
ketika ia menjadi panglima relawan Tiongkok. Pada bulan September 1955 ia
menjadi salah satu dari 10 marsekal TPR. Perselisihan dengan Mao kembali muncul
dalam masa Lompatan Besar ke Depan. Terdapat sejumlah kontroversi yang tidak
disebutkan secara terbuka, utamanya dalam hubungan dengan Uni Soviet. Ia
dicopot sebagai Menteri Pertahanan pada 1959. Ia hidup dalam keadaan tidak
jelas sampai Revolusi Kebudayaan ,
ia diserang oleh para Pengawal
Merah dengan perlakuan buruk sampai meninggalnya pada 1968.
Peng Zhen (Peng Chen) (12 Oktober 1902–26
April 1997 ). Lahir di propinsi Shansi , sejak
muda sudah dipengaruhi guru-guru beraliran kiri, dan mengabdikan diri pada
gerakan mahasiswa. Di tahun 1926 menjadi anggota partai komunis. Sering
memimpin gerakan gerilya di garis-belakang daerah pendudukan Jepang. Menjadi
walikota Beijing
tahun 1951, cukup sering berkunjung ke luar negeri. Memihak Liu Shaoqi melawan
Mao Dzedong. Semasa Revolusi Kebudayaan jadi sasaran dikuyo-kuyo, akan tetapi
bisa survive. Diakui masih jadi tokoh yang punya pengaruh, walaupun digolongkan
sebagai “konservatif”.
Pu Shouchang (1922– ). Masuk sekolah di St
John’s College di Shanghai, selanjutnya kuliah di Universitas Michigan dan
Harvard, ia salah seorang pembantu Zhou Enlai paling dekat dari 1954-1965.
kemudian ia diangkat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri 1979-1982, serta
penasihat Akademi Ilmu Sosial Tiongkok.
Qian Jiadung (1924– ). Lahir di Shanghai,
masuk Universitas Telekomunikasi Shanghai. Di Shanghai ia diangkat menjadi
kepala Departemen Luar Negeri urusan Asia .
Kemudian ia menjadi Duta Besar RRT di PBB 1985-1989. Dewasa ini ia duduk
sebagai Kepala Chinese Center
for International Studies.
Qiao Guanhua (Chiao Kuanhua) (1908–1983).
Belajar di Universitas Tsinghua, melanjutkan studi ke Jerman, kembali ke
Tiongkok pada 1937. Menikah dengan Gung Peng, pembantu Zhou Enlai ketika di Chongqing . Menyertai Zhou
dalam banyak perjalanan keluar negeri, diangkat sebagai Menlu pada 1964.
Setelah meninggal isterinya, ia menikah lagi, tapi kesehatannya menurun dan
meninggal karena kanker paru-paru. Di tahun-tahun kemudian hidupnya agak buram,
karena ia muncul singkat berpihak pada Komplotan Empat menghadapi Deng Xiaoping
pada 1975.
Qu Quibai (Chu
Chiubai) (1899–1935). Kuliah di Universitas Peking ,
mendapat pengaruh besar dari Li Dazhao (Li Ta Chao). Ia mengikuti kursus bahasa
Rusia gratis di Institut Bahasa Rusia pada 1917, terlibat aktif dalam Gerakan 4
Mei 1919. Ia menjadi koresponden istimewa di Moskow dari salah satu koran
penting di Beijing ,
Shen Bao. Ia menggunakan nama Strakhov untuk banyak artikel yang
ditulisnya, menerjemahkan tulisan Lenin, Tesis Tentang Persoalan Nasional
dan Kolonial. Menjadi anggota PKT pada 1922, dan pada 1923 kembali ke
Tiongkok. Menjadi editor sejumlah penerbitan Komunis, memainkan peran aktif
dalam pemberontakan di Shanghai
pada 1927. Hal ini menempatkan dirinya pada posisi penting dalam PKT yang
kemudian pecah. Ia dijadikan kambing hitam dalam Kongres Partai ke 6,
diturunkan jabatannya ketika Stalin mendukung Kelompok 28 Bolshevik. Karier
selanjutnya menunjukkan ia tidak cukup efektif sebagai tokoh politik. Ia tidak
ikut serta ketika Long March dimulai pada Oktober 1934, ditangkap musuh
dan dibunuh pada 1935.
Shi Liang (Shih Liang) (1900–1985).
Seorang perempuan pengacara yang brilian, salah seorang dari 7 orang pakar yang
mendirikan Federasi Keselamatan Nasional untuk melawan Jepang pada 1931. Pada
1935 ia ditahan bersama enam orang temannya oleh pemerintah Chiang Kaishek. Hal
ini menimbulkan kemarahan besar, akhirnya mereka dibebaskan pada 1937. Shi
Liang melakukan kerjasama dengan Soong Chingling selama perang melawan Jepang.
Setelah 1949 ia dikenal sebagai penyusun undang-undang hukum pidana untuk rezim
baru. Ia menjabat sebagai Menteri Kehakiman dari Desember 1954 sampai April
1959. Penulis mewawan-carainya tentang penerapan undang-undang di Tiongkok
dalam bulan Juni 1956.
Smedley, Agnes (1892–1950).
Seorang pribadi yang berapi-api, ayahnya seorang Indian Amerika, ibunya dari
Irlandia, lahir di Missouri
dari keluarga miskin. Boleh dibilang ia seorang otodidak. Sudah sejak muda ia
mulai menulis, melakukan perjalanan pertama ke Jerman pada 1919 sebagai
pramugari kapal laut. Ia kawin dengan seorang komunis dari India , melawat
ke Uni Soviet. Selanjutnya ia ke Berlin ,
mendirikan klinik perencanaan kelahiran. Ia berteman dengan Margaret Sanger,
seorang pelopor keluarga berencana. Ia menulis Daughter of Earth yang
diterbitkan berseri di Frankfurter Zeitung pada 1928. Selanjutnya
melakukan perjalanan ke Manchuria sebagai koresponden istimewa untuk koran Frankfurt tersebut. Ia bersahabat dengan Soong Chingling.
Dari 1934 sampai 1936 ia tinggal di Shanghai, tinggal di rumah penulis
revolusioner, Lu Xun, menulis laporan tentang Tiongkok. Ia berada di Xian
ketika terjadi insiden di kota
tersebut pada Desember 1936. Selama 1940 dan 1945 ia melakukan serangkaian
perjalanan di Tiongkok, tetapi karena kesehatannya yang sering kurang baik maka
ia berkali-kali tinggal di Hongkong. Kembali ke Amerika pada 1945. Pada 1949 ia
mendapatkan tuduhan dari para pengikut gerakan MacCarthy sebagai “spion.” Ia
berencana melawat kembali ke Tiongkok, tetapi jatuh sakit di London dan meninggal. Ia telah menulis Battle Hymn of China , Scarlet Virtue (tentang
kehidupan Zhu De), The Great Road (terbit setelah ia meninggal), dan
sejumlah buku lainnya.
Snow, Edgar (1905–1972). Lahir di Kansas City , Missouri .
Ketika kuliah di Universitas Colombia ,
New York , ia
juga menjadi reporter. Pada 1928 ia bekerja di Shanghai pada China Weekly Review,
melakukan perjalanan ke seluruh pelosok Tiongkok, menulis untuk beberapa
berkala Amerika. Pada 1936 ia pergi ke Bao An, berhasil mewawancarai Mao
Dzedong dan beberapa pemimpin komunis yang lain. Pada 1937 terbit bukunya yang
kemudian menjadi klasik, Red Star over China, yang untuk pertama kali
memberitahu dunia tentang kaum Komunis di Tiongkok. Bertemu dengan Franklin
Roosevelt pada 1941, sekali lagi pada 1945 sebelum Roosevelt
meninggalnya (sebagaimana diberitahukan kepada penulis). Melawat kembali ke
Tiongkok pada 1950 dan 1970, meninggal pada 1972 karena kanker.
Soong Chingling (1893–1981). Lahir
di Shanghai. Pada usia 16 tahun ia dikirimkan ke Wellesley College untuk
perempuan, kembali ke Tiongkok pada 1913, menikah dengan Sun Yatsen, kemudian
dalam pembuangan pada 1915. Ia mendukung kegiatan revolusioner suaminya sampai
meninggalnya pada 1925. Kedua saudara perempuannya, Ailing dan Meiling,
bergabung dengan kelompok di sekitar Chiang Kaishek, demikian halnya dengan
saudara lelakinya Soong Tsewen (TV Soong). Pada 1928 Meiling kawin dengan
Chiang Kaishek, tetapi Chingling tetap teguh dengan cita-citanya dan mengutuk
pembantaian yang dilakukan saudara iparnya. Ia kemudian melawat ke Moskow dan Berlin , kembali ke Shanghai
pada 1931, ia tinggal di lingkungan konsesi Prancis, di Jalan Moliere. Ia
menjadi pusat kelompok-kelompok perlawanan terhadap invasi Jepang ke Tiongkok,
salah seorang organisator Federasi Penyelamatan Nasional. Ia membantu
menyelamatkan sejumlah tahanan politik dari hukuman mati yang dilakukan saudara
iparnya. Ia berlanjut memberikan pengaruhnya di Chongqing selama perang melawan Jepang. Ia
tidak bergabung ke dalam PKT, meskipun ia membantu pengiriman obat-obatan dan
senjata ke Yenan selama perang. Atas bujukan Deng Yingchao, isteri Zhou Enlai,
ia datang ke Beijing pada Agustus 1949, dan memangku jabatan anggota Dewan
Harian Komite Konsultatif Politik Rakyat Tiongkok, yang dalam pelantikannya
pada bulan September mendirikan RRT. Ia terus-menerus ikut mewakili proses
panjang revolusi sejak Sun Yatsen 1911 dengan revolusi demokratis sampai pada
revolusi Komunis pada 1949. Tanpa pernah mengeluh, ia tetap mengritik para
pemimpin PKT secara terus terang sebagaimana ia mengritik Chiang Kaishek.
Strong, Anna Louise (1885–1970). Lahir
di Nebraska, lulus dari Oberlin. Ayahnya seorang pendeta. Ia melawat ke Uni Soviet
sebagai koresponden di Rusia untuk Hearst International News pada 1920
dan di Tiongkok pada 1925 dan bekerja pada sejumlah penerbitan Amerika. Ia
kembali ke Moskow pada 1929 dan mengorganisasi penerbitan Moscow News.
Pada 1940 melakukan perjalanan ke Chongqing ,
lalu kembali ke AS. Selanjutnya melawat ke Yenan untuk mewawancarai Mao Dzedong
pada 1946. Ia ditangkap selama dilakukannya pembersihan oleh Stalin dan
dideportasi ke AS. Ia tinggal di Amerika pada 1950 sampai 1958, lalu balik ke
Tiongkok pada tahun itu. Ia menerbitkan Letters from China. Meninggal
dalam usia 84 tahun pada 1970. Di antara buku-bukunya, China’s Millions,
dan The Chinese Conquer China.
Tao Zhu (Tao Chu) (1906–1970). Masuk
militer ketika masih muda, ikut ambil bagian dalam Ekspedisi Utara. Bergabung
ke dalam PKT serta ikut dalam perang gerilya. Ia memimpin departemen politik
militer untuk bertahun-tahun. Pada permulaan 1950-an ia bertugas di Provinsi Guangdong , pada Januari
1965 menjadi Wakil Perdana Menteri dalam Dewan Negara.
Tsai Chang (Cai Chang) (1900–1992). Adik
perempuan Tsai Hosen. Ia studi di perguruan yang maju, Sekolah Perempuan
Chounan, mulai belajar politik. Bersama saudara ipar perempuan, Xiang Jingyu,
bergabung ke dalam Kelompok Studi Rakyat Baru yang didirikan oleh Mao Dzedong.
Ia pergi bersama ibunya ke Prancis dalam program bekerja dan studi pada 1919.
Di sana ia
bertemu Zhou Enlai, Deng Yingchao, Li Lisan dan yang lain, bergabung ke dalam
PKT. Kawin dengan Li Fuchun di Prancis pada 1923. Ia salah seorang dari sedikit
perempuan yang ikut serta dalam Long March. Ia menduduki sejumlah
jabatan, utamanya sebagai organisator serikat buruh perempuan. Ia salah seorang
pemimpin Federasi Perempuan Demokratik Tiongkok. Pada 1950 bersama Deng
Yingchao ia menulis rancangan Undang-undang Perkawinan pada 1959, yang
memberikan hak perempuan untuk menolak perkawinan yang dijodohkan, larangan
pembunuhan bayi perempuan dsb. Untuk bertahun-tahun lamanya ia menjadi anggota
Dewan Harian Kongres Rakyat Nasional (KRN).
Tsai Hosen (Cai Hosen) (1890–1931). Ia
teman sekolah Mao Dzedong di SD Hunan ,
kemudian menjadi sahabat dekat pada 1915. Ibunya seorang berpendidikan baik,
seorang perempuan yang telah memiliki kesadaran politik, Mao melakukan diskusi
kelompok di rumah mereka. Tsai dan Mao memimpin Kelompok Studi Rakyat Baru yang
didirikan pada 1918. Banyak dari anggotanya pergi ke Prancis dalam program
belajar dan bekerja pada 1919 termasuk saudara perempuan dan isterinya. Tsai
ikut serta mendirikan Liga Pemuda Sosialis pada 1921, yang pada 1922 melebur ke
dalam pembentukan PKT cabang Prancis. Sehubungan dengan insiden Lyons ia termasuk yang
dideportasi. Ia bekerja di Universitas Shanghai, melakukan kegiatan politik.
Hadir dalam Kongres ke 6 di Moskow bersama Zhou Enlai. Pada 1931 ia bertugas
melakukan kegiatan Partai ke Hongkong, tetapi ia ditangkap dan dibunuh.
Tsai Tingkai (Cai Tingkai) (1892–1968).
Lahir di Provinsi Guangdong ,
masuk militer pada usia 17 tahun, kemudian bergabung dengan Kuomintang. Pada
1927 ia berada di Nanchang
dan ikut serta dalam membasmi pemberontakan kaum komunis. Pada 1932, ia
memimpin Pasukan Rute 19 melawan invasi Jepang ke Shanghai . Ia dipindahkan ke Provinsi Fujian untuk melawan
pasukan Komunis, melakukan pertemuan rahasia dengan Zhou Enlai. Ketika hal itu
gagal, maka ia pergi ke Hongkong, selanjutnya melakukan perjalanan ke Eropa
dan Amerika Serikat, baru kembali pada 1937. Ia kembali bergabung dengan
Kuomintang, tetapi pada 1948 ia bergabung dengan kaum komunis dan mendapatkan
perlindungan Zhou Enlai selama Revolusi Kebudayaan.
Wang Bingnan (Wang Pingnan) (1906–1987).
Lahir di Provinsi Shaanxi ,
ia salah seorang diplomat terbaik Tiongkok. Wang Bingnan telah bekerja
berdampingan bersama Zhou Enlai sejak pertengahan 1930-an. Ayahnya teman akrab
(beberapa orang bilang hubungan saudara karena perkawinan) dengan Jenderal Yang
Hucheng. Ia bergabung dengan PKT pada 1925, belajar ke Jerman pada 1931, ia
aktif di kalangan mahasiswa Tiongkok dan kawin dengan gadis Jerman, Anna von
Kleist. Ia dipanggil kembali ke Tiongkok pada permulaan 1936 oleh Zhou Enlai.
Hubungannya dengan Yang Hucheng dimanfaatkan. Untuk jangka panjang ia merupakan
asisten Zhou paling handal, ikut serta dalam Konferensi Geneva 1954,
selanjutnya bertugas sebagai Duta Besar di Polandia. Ia bertugas di Warsawa
selama 9 tahun, masa tugas berkelanjutan paling lama bagi duta Tiongkok di
sebuah negara. Ia menjabat sebagai Ketua Asosiasi Persahabatan dengan negara
asing pada 1960-an sampai kesehatannya tidak memungkinkan lagi pada 1980-an.
Wang Hungwen (1930–1992). Lahir di Shanghai,
seorang buruh. Ketika Revolusi Kebudayaan pada 1967, atas nama kelas pekerja ia
mengangkat dirinya sendiri dengan menduduki pabrik tempat ia bekerja. Ia
dipilih oleh Madam Mao dan pendukungnya, dengan cepat meroket dalam hierarkhi
Partai menjadi Wakil Ketua Partai pada 1975. Ia ditahan bersama Komplotan Empat
yang lain, meninggal pada 1992 karena kanker hati.
Wang Li, Guan Feng (Kuan Feng), Qi
Penyu (Chi Penyu). Biasanya ketiga orang ini dirujuk sebagai trio
Wang-Guan-Qi. Qi Penyu, editor koran Red Flag dan pada 1966 bergabung ke
dalam Kelompok Petugas Revolusi Kebudayaan (KPRK). Wang Li berhubungan dengan
koran tersebut, melakukan serangan dengan kekerasan terhadap Walikota Beijing,
Peng Zhen pada 1966. Guan Feng juga seorang wartawan. Trio ini melakukan
operasi bersama, melecehkan banyak kader Partai, dengan artikel-artikel mereka
menghasut para Pengawal Merah untuk melakukan tindakan kekerasan. Mereka jatuh
ke dalam ketidakjelasan pada 1968–1969.
Wang Ming (dikenal juga dengan nama Chen
Shaoyu) (1904–1974). Bersekolah di Shanghai, menjadi anggota PKT pada 1925,
dikirimkan ke Moskow bersama kira-kira 50 mahasiswa yang lain. Karena
kefasihannya dalam bahasa Rusia ia mengangkat dirinya sebagai pemimpin kelompok
yang disebut 28 Bolshevik. Bertindak sebagai penerjemah agen-agen Komintern di
Tiongkok, tetapi sebagian besar waktunya selama 1920-an berada di Uni Soviet.
Ia melakukan perjuangan internal melawan Li Lisan, dalam hal ini Wang Ming
didukung oleh Komintern, kelompoknya kemudian mengambilalih kepemimpinan
Partai. Ia balik kembali ke Uni Soviet pada 1956 dan melakukan perlawanan
terhadap Mao Dzedong dalam banyak artikelnya sampai meninggalnya pada 1974.
Wei Guoqing (Wei Kuoching) (1908–1989),
beberapa orang menyatakan ia lahir pada 1914. Ia berasal dari suku minoritas
Zhwang (Chuang), di Provinsi Guangzhi. Ia seorang petani revolusioner pemula
yang dipengaruhi oleh keluarganya (Wei Pachun, yang mendirikan tempat pelatihan
petani). Ia juga bergabung ke dalam pasukan gerilya Komunis pertama. Ia
dipercaya melakukan sejumlah misi semasa hubungan antara Kuomintang dengan
pihak Komunis yang tidak menentu, selanjutnya diikuti Perang Dunia II.
Pengalaman menunjukkan ia seorang komandan militer yang mumpuni. Ia memegang
jabatan kunci di Provinsi Fujian sampai
pertengahan 1950-an, suatu daerah sensitif karena dekatnya dengan Taiwan . Selama
Revolusi Kebudayaan ia memainkan peran amat penting dalam meredam amuk para
Pengawal Merah. Ia juga berjasa besar dalam memimpin pengiriman bantuan ke Vietnam selama perang melawan kolonialisme
Prancis, juga dalam membantu Jenderal Giap meraih kemenangan di Dien Bien Phu pada 1954.
Wu Han (1909–1969). Lahir di dekat Shanghai dari keluarga
miskin, menghidupi diri sendiri dengan bekerja dan belajar, kemudian menjadi
sejarawan ternama. Pada 1944 ia bergabung ke dalam Liga Demokrasi Tiongkok,
membantu banyak orang komunis di kalangan buruh dan mahasiswa yang bergerak di
bawah tanah. Menjadi Wakil Walikota Beijing di bawah Peng Zhen. Ia juga memegang
jabatan terhormat bidang pendidikan, tetapi kemudian menjadi target Revolusi Kebudayaan
ketika ia menulis lakon yang dipandang sebagai pembelaan terhadap mantan
Menteri Pertahanan, Peng Dehuai. Ia meninggal dalam keadaan tidak jelas.
Wu Huanxin (George Wu) (1912–1986). Lahir
dari keluarga Tionghoa Perantauan di Mauritius, kuliah di Universitas Aurore, Shanghai , melanjutkan ke Brussels dalam spesialisasi penelitian
kanker. Ia kembali ke Tiongkok berhadapan dengan klinik kanker dengan sistem
radium dari Belgia. Ia berlanjut selama berpuluh tahun dengan penelitian dan
pengobatan kanker. Ia mendirikan bagian studi tumor yang pertama serta
meletakkan dasar studi kanker di seluruh Tiongkok, utamanya kanker
kerongkongan. Pada 1985 ia mendapat penghargaan French Order of Merit,
meninggal karena leukemia yang sudah lanjut.
Wu Quanheng (1920– ). Sekolahnya di
Shanghai, ikut serta dalam demonstrasi anti-Jepang pada 1935. Pergi ke Yenan
untuk bergabung ke dalam pasukan gerilya Komunis pada 1938. Bertugas di Chongqing
di kantor Zhou Enlai sebagai peliput berita dan juga penerjemah. Ikut ambil
bagian dalam banyak konferensi internasonal dan menjabat sebagai wakil Tiongkok
di Unicef. Ia isteri Hu Sheng, Ketua Akademi Ilmu Sosial.
Wu Xiuquan (Wu Hsiuchuan) (1909– ). Ketika
muda aktif dalam gerakan mahasiswa, belajar di Moskow 1927-1930. Bergabung ke
dalam basis Mao di Ruijin, bertindak sebagai penerjemah resmi bagi agen
Komintern. Ia aktif dalam kemiliteran, kemudian dalam urusan luar negeri. Pada
1950 menyertai Zhou Enlai ke Moskow. Ia tokoh yang berperan dalam Kementerian
Luar Negeri dan mengambil bagian penting dalam sejumlah delegasi ke sejumlah
negeri.
Xi Jungxun (Hsi Chungshun) (1910 atau
1912– ). Lahir di Provinsi Shaanxi ,
salah seorang komandan TPR menonjol. Ia bergabung ke dalam Korps Pemuda Komunis
pada umur 14 tahun. Ia kemudian menjadi Wakil Presiden Majelis Nasional. Kisah
yang ada di buku ini yang berhubungan dengan dirinya diceritakannya kepada
penulis pada Oktober 1988, ketika itu ia mengaku berumur 80 tahun. Tetapi
mungkin seperti kebanyakan orang Tionghoa, menambah umurnya dengan satu atau
dua tahun.
Xia Yan (Hsia Yen) (30 Okt, 1900–6 Feb.
1995). Seorang penulis lakon dan direktur film terkenal. Bergabung ke dalam
Partai pada 1924 atau 1925, memegang peran penting dalam Liga Penulis Sayap
Kiri di Shanghai. Ia menulis memoarnya.
Xiang Jingyu (Hsiang Ching Yu) (1895–1928).
Isteri Tsai Hosen, salah seorang tokoh perempuan pelopor dan sangat aktif dalam
gerakan perempuan revolusioner Tiongkok pada permulaan abad 20. Lulus pada 1915
dari sekolah perempuan progresif, ia mendirikan sekolah dasar. Bersama teman
sekolahnya, Tsai Chang, saudara perempuan Tsai Hosen, mengatur pengiriman
perempuan muda untuk belajar ke Prancis pada 1921. Ia dideportasi bersama
suaminya dari Prancis, selanjutnya aktif di kalangan perempuan buruh tekstil di
Shanghai .
Bersama suaminya ia belajar ke Rusia di Universitas Khusus Ketimuran selama
setahun. Kembali ke Tiongkok, menjadi organisator buruh perempuan di Wuhan . Ia ditangkap pada
musim semi 1928 dan dibunuh pemerintah Chiang Kaishek.
Xiang Zhungfa (Hsian
Chungfa) (1888–1931). Ia seorang buruh, belajar pada sekolah malam
pemberantasan butahuruf yang didirikan Partai. Menjadi organisator buruh
tambang batubara melakukan pemogokan, sampai mencapai kedudukan sebagai
sekretaris jenderal gerakan buruh. Ia dikirim ke Moskow sebagai wakil kelas
buruh Tiongkok pada 1925. Kembali ke Tiongkok pada 1927, karena adanya politik
memuliakan “kelas buruh” maka ia diangkat ke dalam posisi pemimpin. Ia
berkhianat terhadap Partai, memberikan pengakuannya kepada musuh, tetapi hal
itu tak dapat menyelamatkan dirinya, ia dibunuh pemerintah Chiang Kaishek.
Xiang Ying (Hsiang Ying) (1898–1941).
Hanya bersekolah dasar. Pada 1921 menjadi anggota Partai. Ia ikut aktif dalam
serikat buruh, organisator serikat buruh kereta api Peking-Hankow, bergerak di
bawah tanah setelah penindasan terhadap buruh pada 1923. Ia sebentar muncul di
Moskow pada 1928-1929, bergabung ke dalam basis Mao di Ruijin 1931. Ikut
bertempur melawan kampanye pembasmian Chiang Kaishek. Ketika dilakukan Long
March, ia bersama Chen Yi tetap ditugaskan di basis tersebut. Ia mempunyai
sejumlah perbedaan pandangan dengan Mao dalam beberapa kesempatan. Pada 1938 ia
ditunjuk sebagai komandan Pasukan Baru ke 4 yang baru dibentuk. Menurut
beberapa laporan ia tidak dapat bekerjasama dengan Ye Ting, sejak itu
kegiatannya dalam pasukan tersebut sulit diketahui, rupanya Mao menyalahkan dirinya
terhadap tragedi yang terjadi. Ia tewas dalam insiden yang menyangkut
pasukannya pada Januari 1941.
Xiung Xianghui (Hsiung Hsianghui)
(1917– ). Ia putra seorang pengacara terkenal, menunjukkan patriotismenya
ketika terjadi invasi Jepang dengan menjadi “informan” Zhou Enlai. Ia menjabat
sebagai kepala seksi di Deplu pada 1960, diangkat sebagai kuasa usaha RRT di
Inggris untuk beberapa tahun lamanya.
Xu Teli (Hsu Teli) (1877–1968). Guru
Mao Dzedong dan banyak pelajar Hunan
yang lain. Ia telah memberikan pengaruhnya kepada para murid akan “pikiran
baru,” yang mengarah kepada revolusi. Pada akhir 1919, ia melawat ke Prancis,
terlepas dari umurnya sebagai seorang “pelajar.” Kembali ke Tiongkok pada 1924.
Ia menjadi penganut Marxisme ketika berumur 49 tahun. Ia ikut ambil bagian
dalam pemberontakan Nanchang
pada 1 Agustus 1927. Pada 1928 meninggalkan Tiongkok ke Uni Soviet. Ia juga
berhasil mengikuti Long March meski pada saat itu sudah berusia 57
tahun. Seorang yang tenang dan selalu terkendali, telah berusia lanjut tetapi
tetap bersemangat muda, patut tetap diingat.
Xu Xiangqian (Hsu Hsiangchian, dikenal juga
dengan nama Xu Maju ke Depan) (1901–1992). Sebagai pemuda ia pergi ke Guangdong masuk ke
Akademi Militer Huangpu, bergabung ke dalam Kuomintang pada 1924, tetapi ia
menjadi pro komunis dan masuk ke PKT setelah terjadinya perpecahan antara kedua
partai. Ikut serta dalam pemberontakan yang dipersiapkan buruk pada Desember
1927 di Kanton (Guangzhou ).
Ia melarikan diri ke Shanghai ,
kemudian bergabung ke basis Zhang Guotao yang didirikan pada 1929. Ia membantu
Zhang membangun basis yang lain di Sichuan Utara, ketika basis pertama tak lagi
dapat menampung. Ia bergabung pada Mao Dzedong dalam Long March di
Maoerkai. Terlibat dalam pertentangan antara Zhang Guotao dengan Mao Dzedong,
akhirnya berpihak pada Mao. Ia memiliki karier militer terhormat, salah satu
dari 10 marsekal pada September 1955.
Yang Hucheng (1893–1949). Lahir dari
kalangan petani miskin. Sejak muda ia sudah menjadi perwira militer, ikut dalam
rentetan panjang perang dari 1911-1929. Kemudian ia bergabung ke dalam pasukan
Kuomintang, berada di bagian barat laut Tiongkok ketika pasukan Chiang Kaishek
beralih memerangi kaum komunis. Yang bukanlah seorang komunis, akan tetapi ia
tidak setuju dengan pembantaian yang terjadi, kemudian ia menarik diri ke
Jepang pada 1928. Ia kembali dalam bulan November, memimpin pasukan lamanya
untuk memerangi rajaperang Feng Yuxiang yang melakukan perlawanan terhadap
Chiang Kaishek. Ia tetap berada di Provinsi Shaanxi dan diperintahkan untuk
“melikuidasi” para “bandit Merah.” Hal ini melanggar rasa patriotismenya,
bersama Zhang Xueliang, ia bekerjasama dalam menahan Chiang Kaishek di Xian
dalam bulan Desember 1936. Juli 1937 ia melawat ke Eropa bersama istri dan anak
keduanya. Ketika kembali ke Tiongkok, ia dipenjarakan bersama keluarganya.
Mereka dipindahkan dari satu penjara ke penjara lainnya, dibunuh pada September
1949 oleh Dai Lee, kepala polisi rahasia Chiang. Lihat The Life of General
Yang Hucheng, Hongkong, 1981.
Yang Xianji (1915– ). Ia sangat dikenal
oleh komunitas Barat di Beijing, berasal dari keluarga pejabat. Ia belajar di
Inggris, kawin dengan seorang gadis Inggris, Gladys Taylor. Keduanya
mengabdikan dirinya dalam membangun Foreign Languages Press di Beijing,
keduanya dikenal dalam lingkaran sastra. Selama Revolusi Kebudayaan mengalami
banyak kesulitan, tetapi mereka tetap dapat melakukan kegiatan di bidang yang
mereka pilih. Biografi dirinya diterbitkan di Inggris pada 1993.
Yao Wenyuan (1931–23 Desember 2005).
Wartawan, penulis polemik, namanya meroket setelah dipilih oleh Madam Mao untuk
melakukan serangan terhadap Walikota Beijing, Wu Han, dalam satu artikel yang
muncul di koran Shanghai Wen Wei. Pemberi arahan kepada suatu tim
penulis Komplotan Empat, umumnya dipandang sebagai penyambung lidah Madam Mao.
Ditangkap bersama anggota Komplotan Empat yang lain, dipenjara untuk seumur
hidup.
Ye Jianying (Yeh Chienying) (1898–1986).
Memberikan sumbangan cukup besar terhadap revolusi Tiongok. Lahir di Meixian
(Meihsien), sebuah distrik yang dihuni suku Hakka (lihat Han Suyin, The
Crippled Tree, 1965). Ia mewarisi tradisi perlawanan suku Hakka. Ikut serta
dalam Long March, salah satu dari 10 marsekal TPR pada 1955. Ia sangat
tersohor memimpin pengambilalihan kekuasaan tanpa menumpahkan darah pada 1976
dengan menahan Madam Mao beserta pendukungnya.
Ye Junjian (1914–1999). Seorang pujangga
dan penerjemah. Ia studi ke Inggris, kembali ke Tiongkok bergabung ke dalam
seksi bahasa asing pada majalah Chinese Literature. Salah seorang
penulis menonjol pada 1950-an dengan buku-bukunya tentang daerah pedalaman.
Beberapa bukunya dalam bahasa Inggris terbit di Inggris.
Ye Ting (1897–1946). Lahir di Provinsi
Guangdong. Pada umur 16 tahun ia masuk sekolah militer yang kemudian menjadi
Akademi Militer Baoding (Paoting). Ia mendukung Sun Yatsen, mungkin bertemu
Zhou Enlai dalam salah satu acara di Akademi Militer Huangpu. Ia membentuk
resimen yang independen, ikut ambil bagian dalam pemberontakan Nanchang 1 Agustus
1927, sesuatu yang menentukan karier dirinya. Ia disebut sebagai salah satu
dari empat tokoh penting dalam pemberontakan ini bersama Ho Lung, Zhu De, dan
Zhou Enlai – pemberontakan Nanchang 1 Agustus 1927 itulah tanggal yang
melahirkan Tentara Merah Komunis. Ia tewas dalam kecelakaan pesawat pada 1946.
Yen Fangsun (Yen Hsiu, atau Yen Xiu)
(1860–1929). Seorang terpelajar menonjol yang mendapat pendidikan model lama,
akan tetapi ia juga seorang reformis bersemangat. Ia berusia sekitar 20 tahun
ketika Ratu Janda Kaisar mengakhiri usaha reformasi. Hal ini membuatnya
melakukan perlawanan terhadap Kekaisaran Manchu. Ia mengabdikan dirinya
menggalakkan “ajaran baru” selanjutnya mencurahkan tenaganya untuk ikut
mendirikan Sekolah Menengah Nankai, kelak menjadi Universitas Nankai. Ia
membantu Zhou Enlai dalam keuangan seperti juga halnya dengan banyak siswa
lain.
Zhang Boling (Chang Poling) (1876–1951).
Lahir di Tianjin dari kalangan pejabat, mengabdikan bakatnya pada pendidikan
modern. Mula-mula ia mengajar di sekolah yang didirikan oleh Yen Fangsun dan
sekolah lainnya yang menghendaki reformasi pendidikan. Mendirikan sekolah
Nankai bersama Yen Fangsun pada 1906. Ia memeluk agama Kristen, tertarik pada
kegiatan YMCA di Tiongkok. Pada 1918 sekolah ini menjadi Universitas Nankai.
Ketika dibom oleh pesawat Jepang pada 1937, ia memimpin eksodus dari Tiongkok
Utara yang diduduki Jepang ke Provinsi Sichuan. Setelah perang ia menerima
banyak penghargaan dari sejumlah universitas Amerika Serikat karena pengabdiannya
pada pendidikan kaum muda Tiongkok.
Zhang Chunqiao (Chang Cun Chiao)
(1917–21 April 2005). Lahir di Provinsi Shandong, ketika muda terkenal sebagai
penulis polemik. Pengaruhnya terhadap pers dan media komunis lainnya dapat
dikenali pada 1960-an. Ia bergaul dekat dengan Madam Mao, dalam kenyataannya
sering dipandang sebagai otak sebenarnya dari klik tersebut yang terkenal
dengan nama Komplotan Empat. Ditangkap pada Oktober 1976, dihukum pada 1983.
Zhang Guotao (Chang Kuotao) (1897–1974).
Kepribadiannya tetap bersifat ambigu. Ia seorang fanatik, berkemampuan tinggi
dan seorang revolusioner, tetapi sebagai yang dikatakan Zhou, kurang membuat
kajian mendalam – kurang pengendalian diri. Ia salah seorang dari 11 orang
pendiri PKT di Shanghai pada Juli 1921. Pada akhir 1921 ia meninggalkan
Tiongkok menuju ke Moskow, dipilih oleh Komintern, ia mempunyai hubungan erat
di tahun-tahun berikutnya. Kariernya yang beraneka ragam kita dapatkan dari
catatan yang dibuatnya sendiri, disiarkan di Ming Bao, Hongkong jilid I,
No.3-12 (1966). Ia dipecat dari PKT, selanjutnya tinggal di Kanada dan Amerika
Serikat sampai meninggalnya.
Zhang Wenjing (Chang Wenjing)
(1920–1989). Lahir di Beijing, masuk di Universitas Tsinghua, salah seorang
staf Zhou Enlai ketika di Chongqing, anggota delegasi ke Konferensi Geneva
April 1954. Bertindak sebagai sekretaris Zhou Enlai selama bertahun-tahun
seperti halnya isterinya, Zhang Ying (Chang Ying). Kemampuannya tidak
diragukan, ia mendapatkan promosi cepat sebagai Duta Besar di Pakistan, Kanada,
dan Amerika Serikat pada akhir 1970-an. Menjadi Ketua Asosiasi Persahabatan
dengan negeri-negeri asing pada 1980-an. Meninggal dengan tiba-tiba karena
serangan jantung.
Zhang Wentian (Chang Wen Tian)
(1900–1976). Lahir dari kalangan pejabat, melawat ke Amerika Serikat dengan
biaya sendiri, selanjutnya kembali ke Tiongkok untuk mengajar. Di bawah
pengaruh sastrawan Mao Dun, ia membuat terjemahan di bawah nama Lo Fu. Pada
1925 ia menjadi anggota PKT, melawat ke Moskow kemudian bergabung bersama 28 Bolshevik.
Sekalipun demikian kemudian ia berkembang ke arah yang sama sekali bertentangan
dengan para rekannya. Ia ikut ambil bagian dalam Long March, membentuk
triumvirat bersama Zhou Enlai dan Mao untuk waktu pendek. Ia bekerjasama dengan
Zhou dan ditunjuk sebagai Wakil Menteri Luar Negeri. Setelah dicurigai sebagai
berpihak kepada Peng Dehuai dalam sidang di Lushan pada 1959, keadaannya tidak
diketahui dengan jelas.
Zhang Xueliang (Chang Hsuehliang)
(1898–2001). Dikenal juga sebagai Marsekal Muda, putra Chang Taolin, seorang
rajaperang terkenal. Ia mewarisi mengontrol Manchuria ketika ayahnya tewas
karena bom yang dipasang agen Jepang dalam kereta api pada 1928. Ia dipandang
sebagai tokoh yang tidak efektif, kecanduan obat, tetapi sebaliknya ia
membuktikan dirinya sebagai patriot, yang bersama Yang Hucheng mengatur
penangkapan Chiang Kaishek untuk memaksanya melakukan perlawanan terhadap
Jepang pada 1936. Ketika Chiang dibebaskan, ia menyertainya ke Nanjing untuk
menunjukkan loyalitas ksatria dirinya. Ia diajukan ke pengadilan militer dan
dijatuhi hukuman 10 tahun. Ia dibawa ke Taiwan oleh Chiang, selama empat dekade
ia berada dalam pengawasan. Hanya belakangan ini ia dibebaskan dan melakukan
perjalanan keluar negeri.
Zhao Shiyen (Chao Shiyen) (1901–1927). Pada
usia muda menunjukkan bakatnya menulis, pada 1917 belajar bahasa Prancis
sebagai persiapan ke Prancis dalam program bekerja dan studi. Berkenalan dengan
Zhou Enlai serta bekerjasama dengannya. Ia menjadi sekretaris PKT cabang Prancis
pada 1922. Pada 1923 melawat ke Moskow, kembali ke Tiongkok pada 1924. Selama
pemberontakan kaum buruh permulaan 1927, ia berada di Shanghai bersama Zhou
Enlai. Ia tertangkap dan dibunuh pada 1927 selama pembantaian.
Zhou Peiyuan (Chou Peiyuan) (1902–25
November 1993). Salah seorang ahli fisika terbaik Tiongkok, studi di AS pada
1925, kembali ke Tiongkok pada 1929, mengajar di Universitas Tsinghua. Ia ambil
bagian dalam banyak komisi perencanaan keilmuan. Melakukan serangkaian
penelitian sains dasar. Penulis melakukan percakapan panjang tentang subyek
tersebut selama Revolusi Kebudayaan 1969.
Zhu De (Chu
Te) (1886–1976). Ia merupakan tokoh paling berwarna di antara tokoh-tokoh di
seputar Mao Dzedong dan Zhou Enlai. Berada di Nanchang bersama Zhou ketika
meletus pemberontakan 1 Agustus 1927. Ia salah satu tokoh militer utama selama Long
March (lihat Agnes Smedley, The Great Road: The Life and Times of Chu
Teh, London ,
1958, berisi kisah yang agak diromantisasi). Ia menjadi marsekal pertama di
antara 10 marsekal Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) pada September 1955.
Ia menduduki sejumlah jabatan penting dan tetap populer di sepanjang hidupnya
karena integritas pribadinya, dan kenyataan bahwa ia tidak pernah terlibat
dalam perjuangan meraih kekuasaan. Ia memang diserang dengan poster-poster
selama Revolusi Kebudayaan, tetapi selebihnya ia tidak diganggu.
Zhu
Qing (1924– ). Bersekolah di Shanghai dan Beijing . Sejak muda terlibat dalam gerakan
mahasiswa, pergi ke Yenan, direkrut di kantor Zhou Enlai sebagai penterjemah
dan peliput berita. Menjadi istri Tian Jin yang pernah menjadi duta RRT di
Swiss. Keduanya kini (1992) aktif dalam organisasi internasional.
******